Diposkan pada Tak Berkategori

METODE PERKAWINAN PADA TERNAK SAPI

Kawin Pasangan Sapi - Foto gratis di Pixabay

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ternak potong merupakan ternak yang dipelihara khusus untuk dimanfaatkan atau diambil dagingnya. Ternak yang umumnya digunakan sebagai ternak potong adalah ternak yang mempunyai hasil daging yang lebih tinggi disbanding hasil ternak lainya misalnya sapi. Industri ternak potong umumnya mempunyai dua jenis usaha yang dijalankan yakni usaha breeding dan fattening.

Breeding merupakan usaha untuk menghasilkan anakan yang nantinya akan dijual sebagai bakalan (bibit ternak). Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan jumlah dan mutu produksi ternak, dan sebagai salah satu faktor dalam penyediaan pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi. Untuk dapat menghasilkan bibit ternak yang unggul dan bermutu tinggi diperlukan proses manajemen pemeliharaan, pemuliabiakan (breeding), pakan dan kesehatan hewan ternak yang terarah dan berkesinambungan.

Kebuntingan adalah suatu periode sejak terjadinya fertilisasi sampai terjadi kelahiran (Widayati et al., 2008). Berdasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, ditemukan sapi yang sedang bunting yang bernama Mince dengan ciri-ciri perut kanan membesar, tenang, ambing membesar, mother ability tinggi dan keluar lendir kental dari vulva. Sudarmono dan Sugeng (2011) menyatakan bahwa tanda-tanda awal terjadi kebuntingan pada ternak yaitu birahi berikutnya tidak muncul lagi, perilaku lebih tenang, tidak ingin mendekati atau didekati pejantan, nafsu makan meningkat, bobot badan bertambah, pada pertengahan kebuntingan perut sebelah kanan tampak semakin membesar, dan ambing membesar, sedangkan menurut dan Mulyono dan Sarwono (2008), beberapa tanda awal kebuntingan ketika ternak tidak menunjukkan birahi lagi, yaitu penampilannya tenang dan tidak suka didekati pejantan, pada pertengahan kebuntingan, perut sebelah kanan membesar diikuti dengan turunnya posisi ambing.

Deteksi kebuntingan dini pada ternak sangat penting bagi sebuah manajemen reproduksi sebagaimana ditinjau dari segi ekonomi. Mengetahui bahwa ternaknya bunting atau tidak mempunyai nilai ekonomis yang perlu dipertimbangkan sebagai hal penting bagi manajemen reproduksi yang harus diterapkan. Pemilihan metode tergantung spesies, umur kebuntingan, biaya, ketepatan dan kecepatan diagnose. Secara umum, diagnose kebuntingan dini diperlukan dalam hal yaitu, mengidentifikasi ternak yang tidak bunting segera setelah perkawinana atau inseminasi buatan, sehingga waktu produksi yang telah hilang karena infertilitas dapat ditekan dengan penanganan yang tepat, sebagai pertimbangan apabila ternak harus dijual atau diculling, untuk menekan biaya pada program pembibitan menggunakan teknik hormonal yang mahal, serta membantu manajemen ternak yang ekonomis (Fikar dan Ruhyadi, 2010).

 

B. Rumusan masalah

  1. Bagaimana cara mengetahui bahwa sapi telah dewasa kelamin ?
  2. Bagaimana cara mengetahui siklus birahi dan kebuntingan sapi ?
  3. Apa saja metode perkawinan pada sapi ?

 

C. Tujuan

  1. Untuk mengetahui kondisi sapi yang telah dewasa kelamin.
  2. Untuk mengetahui siklus birahi dan kebuntingan sapi.
  3. Untuk mengetahui metode perkawinan pada sapi

 

PEMBAHASAN

A. Dewasa Kelamin

Dewasa kelamin dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu dimana organ – organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembang biakan dapat terjadi. Pada hewan jantan, pubertas ditandai oleh kesanggupan berkopulasi dan menghasilkan sperma disamping perubahan – perubahan kelamin skunder lain. Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Sebelum pubertas, saluran reproduksi betina dan ovarium perlahan – lahan bertambah ukuran dan tidak menunjukkan aktivitas fungsional. Pertumbuhan yang lambat ini sejajar dengan pertumbuhan berat badan sewaktu hewan berangsur dewasa.

Ternak sapi biasanya dikawinkan pertama kali ketika berumur 18 bulan. Sapi baru dikawinkan pada umur 18 bulan karena selain sudah dewasa kelamin juga sudah dewasa tubuh sehingga lebih siap untuk bunting. Menurut Ngadiyono (2012), ketentuan dalam perkawinan sapi antara lain adalah umur mulai dikawinkan sapi betina pertama kali yaitu umur 1,5 sampai 2 tahun.

Ternak sapi biasanya baru mau melakukan perkawinan apabila sedang mengalami estrus, karena pada waktu itu serviks akan mengendur dan membuka sehingga memungkinkan untuk masuknya sperma ke dalam saluran reproduksi betina sehingga fertilisasi dapat terjadi. Menurut Ngadiyono (2012), ketentuan dalam perkawinan sapi adalah  umur mulai dikawinkan, sapi betina pertama kali kawin umur 1,5 sampai 2 tahun, sapi jantan (pejantan) pertama kali mengawini umur 2,5 sampai 3 tahun.

 

2. Deteksi birahi.

Deteksi birahi dilakukan dengan cara mengamati ciri-ciri ternak birahi. Pengamatan dilakukan dengan cara visual. Pengamatan secara visual menurut Rismayanti (2010) dilihat dari ternak yang mengalami estrus adalah gelisah, ribut dan nafsu makan berkurang, mencoba menaiki ternak lain, menggerak-gerakan ekor dan sering kencing, berusaha menaiki pejantan dan yang penting mau atau diam bila dikawini pejantan, alat kelamin bagian luar sedikit membengkak, memerah dan kadang-kadang sedikit mengeluarkan lendir.

  1. Gejala – Gejala Berahi

Selama estrus, sapi betina menjadi sangat tidak tenang, kurang nafsu makan, dan kadang – kadang menaiki sapi – sapi betina lain dan akan diam berdiri bila dinaiki. Vulva tersebut akan membengkak. Memerah dan penuh dengan sekresi mucus transparan yang menggantung dari vulva atau terlihat di pangkal ekor. (Achyadi, K. R., 2009)

Apa hal tersulit dari berternak sapi? - Quora

  1. Lamanya Berahi

Lamanya berahi bervariasi pada tiap – tiap hewan dan antara individu dalam satu spesies. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh variasi-variasi sewaktu estrus, terutama pada sapi dengan periode berahinya yang terpendek di antara semua ternak mamalia.
Berhentinya estrus sesudah perkawinan merupakan indikasi yang baik bahwa kebuntingan telah terjadi. Akan tetapi dapat juga terjadi pada 3 sampai 5 % sapi – sapi yang bunting selama 3 bulan pertama masa kebuntingan walaupun dapat terjadi dalam bulan–bulan yang lebih tua. (Achyadi, K. R., 2009)

 

  1. Siklus estrus

The estrus siklus (juga oestrous siklus; berasal dari bahasa Latin dan berasal dari oestrus Yunani) terdiri dari berulang fisiologis perubahan yang disebabkan oleh reproduksi hormon di sebagian besar mamalia plasenta betina. Manusia mengalami siklus menstruasi sebagai gantinya. Siklus estrus dimulai setelah pubertas di betina dewasa secara seksual dan disela oleh anestrous fase atau kehamilan. Biasanya siklus estrus terus sampai mati. Beberapa hewan mungkin menampilkan vagina berdarah, sering keliru untuk menstruasi, juga disebut sebagai “periode”. (Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008)

Deteksi birahi adalah keterampilan dalam melihat tanda birahi ternak sapi betina cukup berperan penting dalam menentukan keberhasilan perkawinan ternak sapi. Metode yang paling tepat untuk mengetahui sapi betina yang sedang birahi adalah dengan menggunakan bantuan sapi jantan. Hanya sapi jantan yang dapat mengetahui dengan pasti sapi betina yang sedang birahi. Sapi betina yang sedang  birahi biasanya akan terus-menerus diikuti oleh sapi jantan dan berusaha untuk dinaiki sehingga terjadi proses perkawinan.

Deteksi birahi dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat sensor dan disimpan di dalam kantung (pouch) yang pemasangannya direkatkan dengan plester pada bagian pinggul atas dekat pangkal ekor sapi betina. Alat sensor birahi ini akan mengirimkan sinyal melalui antenna yang terpasang pada menara yang berada disekitar lokasi pemeliharaan. Selanjutnya, sinyal ini ditransmisikan kekomputer sehingga dapat diketahui dengan akurat sapi betina mana yang sedang mengalami birahi (Santosa, 2010).

 

3. Metode Perkawinan

Perkawinan sesudah beranak, setelah anaknya umur 3 sampai 4 bulan atau setelah anak disapih. Perkawinan sebaiknya dengan kawin suntik (IB), jika dengan kawin alam, harus dengan pejantan yang baik. Perkawinan hanya dapat berhasil jika dilakukan pada saat betina birahi. Pedoman mengawinkan sapi yaitu apabila beirahi tampak pada pagi hari, maka harus dikawinkan pada hari itu juga, jika ditunda ampai hari berikutnya sudah terlambat. Apabila birahi tampak pada sore hari, maka harus dikawinkan pada pagi hari berikutnya, tidak lebih dari jam 11.00. Pejantan dapat digunakan sebagai pemacek 1 sampai 2 kali seminggu. Jika 18 sampai 24 hari setelah dikawinkan betina masih minta kawin lagi, perlu dikawinkan lagi. Keberhasilan perkawinan secara alam ditandai dengan hentakan dari pejantan seakan-akan mau melompati betina atau adanya bekas atau sisa sperma pada vulva sapi betina.

Metode perkawinan yang biasanya digunakan adalah dengan menggunakan metode Inseminasi Buatan (IB). Menurut Ngadiyono (2012), perkawinan sebaiknya dilakukan dengan IB, kerena jika dengan kawin alami maka harus dengan pejantan yang baik. Kawin suntik (Inseminasi buatan, IB) dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak sapi melalui penggunaan pejantan pilihan. Rianto dan Purbowati (2010) menyatakan keuntungan dari IB adalah penularan penyakit dari pejantan ke betina dapat dihindari, sperma yang diambil dari pejantan dapat diencerkan beberapa kali lipat sehingga dapat melayani banyak betina, mempermudah persilangan antar ras. Kawin dengan cara IB mempunyai nilai tambah seperti penyebaran bibit unggul bisa dilakukan dengan cepat, pejantan yang tidak bisa mengawini dapat diambil spermanya, dan ternak bertubuh kecil dapat dikawinkan dengan mudah. Sementara kelemahan dari IB adalah apabila pemilihan pejantan tidak tepat, penyebaran bibit jelek juga akan berlangsung dengan cepat. Pelaksanaan IB yang  tidak hati-hati dapat mengakibatkan penyebaran penyakit cepat meluas. Terlalu banyak ternak yang mempunyai keturunan sama.

Kawin Suntik 1.700 Sapi — Suarapemredkalbar.com

 

DAFTAR PUSTAKA

Achyadi, K. R., 2009.Deteksi Birahi pada Ternak Sapi. Tesis MS Pascasarjana IPB.

Bogor. Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008. Physiology Base of Ovarian Response to PMSG in Sheep and Cattle, In Embryo Tranfer In Cattle, Sheep and Goats. Aust.Soc. Passpart to the Year 2000. Alltech’s.

Fikar, Samsul dan Dadi Ruhyadi. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Potong. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.

Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Ngadiyono, N. 2012. Beternak sapi, PT. Citra Aji Parama.Yogyakarta.

Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Rismayanti, Yayan.  2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian RI. Jawa Barat.

Santosa, Undang. 2006. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Soedarmono, A. S dan Sugeng, Y. B. 2008. Sapi Potong. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Widayati, D. T., Kustono, Ismaya, Sigit, B. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

 

 

 

Diposkan pada Tak Berkategori

Aneka Jenis Penyakit Pada Sapi dan Pengobatannya

Sapi Cantik Rajin Minum Jamu dan Keramas Dua Kali Sehari ...

A. Ciri dan Tanda Sapi Sehat

Beragam faktor dapat mempengaruhi kesehatan sapi. Namun diantara beragam faktor tersebut, lingkungan dan penularan merupakan faktor yang paling banyak membuat ternak / sapi terserang penyakit. Mencegah lebih baik daripada mengobati, itulah yang harus kita garis bawahi. Untuk faktor lingkungan, layak kita perhatikan keadaan kelembaban kandang, kebersihan lantainya, posisi ventilasi dan aliran udara, apakah sinar matahari pagi masuk dengan baik ke dalam kandang atau tidak. Kemudian sebelum kita mencampurkan sapi dalam satu kandang, layak kita cek kondisi sapi satu per satu, apakah semuanya sehat dan tidak terkena penyakit apapun. Penularan penyakit biasanya sangat rentan terjadi pada sapi potong dan sapi perah. Pakan juga merupakan salah satu penyebab sapi terserang penyakit, oleh karenanya prosentase dan keseimbangan pakan layak kita pertimbangkan dengan matang. Hijauan saja tanpa pakan buatan rasanya memang akan membuat sapi kekurangan gizi. Silahkan anda simak artikel kami tentang pakan sapi modern yang seimbang. Lengah pada salah satu hal diatas, maka potensi keuntungan kita juga akan berkurang karena pengobatan sapi tidak semudah yang kita bayangkan, apalagi jika terlambat sapi bisa mati. Untuk mencegah semua kemungkinan tadi, kontrol yang ketat dan pengecekan setiap hari diperlukan. Oke, sobat ternak sapi, setelah memahami segala pencegahan dan diagnosa ringan tersebut, kita masuk pada pembahasan penyakit yang umum menyerang sapi secara mendetail.

B. Berbagai Macam Jenis Penyakit Sapi Potong / Sapi Perah

Jenis – jenis penyakit yang rawan terjadi pada sapi saat proses penggemukan dan ternak kami jabarkan satu demi satu untuk memudahkan pembaca dalam memahami penyakit dan bakteri yang menyerang. Diantaranya kami pilih beberapa yang sering menjadi kendala. Informasi ini kami dapatkan dari berbagai sumber (dokter hewan, rekan peternak dan jurnal ilmiah). Selain penjabaran penyakit dan gejalanya, kami juga memberikan cara pengobatan dan pencegahannya, semoga dapat membantu sobat ternak yang sedang mengalami kendala tersebut.

  1. Penyakit Anthrax Pada Sapi dan Pengobatannya

Penyakit antrax adalah jenis penyakit yang sangat berbahaya dan dapat menular pada manusia. Biasanya kategori penyakit seperti ini disebut zoonosis. Nama lain dari antrax adalah radang limpa. Biasanya disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang mengandung bakteri basillus anthracis. Selain melalui makanan yang tidak bersih tersebut, bakteri antrax bisa masuk ke dalam tubuh sapi lewat tanah yang tercemar bakteri dan masuk melalui pernafasan dan luka pada sapi. Bakteri antrax adalah bakteri yang daya tahannya luar biasa, disinfektan dan panas terkadang tidak mampu melawan bakteri ini. Penyebarannya juga sangat cepat apabila sapi tersebut kurang makan dan kelelahan. Apalagi saat musim panas. Bila sapi sudah terkena antrax, sebaiknya kita tidak mendekat dan harus berhati – hati dalam penanganannya. Bakteri dapat menular pada manusia melalui luka, pernafasan (jika menghirup bulu sapi yang terserang).

Ciri dan Gejala antrax pada sapi umunya adalah sebagai berikut :

  1. Sapi demam, lemah dan mudah jatuh/ambruk
  2. Radang pada bagian limpa dan akhirnya sapi menjadi diare
  3. Banyak pendarahan di beberapa bagian tubuh, biasanya berwarna hitam (pada lubang hidung dan mulut, pori – pori dan pada lubang anus sapi)
  4. Nafas tersengah – sengah
  5. Pembengkakan pada bagian bawah perut
  6. Bila sudah akut, sapi akan mati mendadak

Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Antrax pada sapi :

  • Vaksinasi spora avirulen secara berkala tiap tahun pada sapi yang belum terkena
  • Pengecekan, pembersihan dan karantina jika pada suatu daerah sudah terkena antrax
  • Jangan memberi makan sapi dengan akarnya, biasanya hijauan. Berikan rumputnya saja
  • Jangan sering – sering kontak fisik dengan ternak jika tidak benar – benar darurat
  • Jika sapi sudah terkena, berikan antibiotik dengan spektrum luas seperti Penisilin G, Oxytetracyclin, Streptomycin
  • Hewan yang sudah mati jangan dibedah, jangan memegang langsung bagian luka. Langsung kubur saja bila perlu bakar bangkainya.

2. Penyakit Scabies Pada Sapi dan Pengobatannya

Skabies biasa disebut kudis atau bulug/budug. Scabies juga merupakan penyakit zoonoisis dan dapat menular pada manusia. Biasanya disebabkan oleh alat dan kandang yang kotor. Kotoran tersebut terkadang mengandung tungau sarcoptes scabei. Ternak yang sehat biasanya tertular jika sudah terjadi kontak langsung dengan ternak/sapi yang terkena skabies. Biasanya hewan yang terserang skabies terkesan seperti hewan yang gatal – gatal.

Ciri dan Gejala Scabies pada sapi umumnya adalah :

  1. Sapi sering menggigit bagian tubuhnya
  2. Terkadang menggosok – gosokkan badannya pada kandang (seperti menggaruk – garuk)
  3. Bulu rontok dan nanah mulau muncul pada bagian tubuh
  4. Karena ini adalah penyakit kulit sapi, akan timbul kerak berwarna abu – abu pada bagian tubuh sapi dan kulit terkesan kaku

Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Skabies Pada Sapi :

  • Kandang usahakan berjauhan dengan rumah tinggal
  • Aliran udara dan sanitasi kandang usahakan bagus
  • Usahakan kandang sapi kering dan selalu bersih
  • Hewan yang terdiagnosa skabies harus dipisahkan dan dikarantina
  • Pengobatan yang aman biasanya dengan pemberian minyak kelapa dicampur dengan kapur barus kemudian gosokkan pada kulit yang terkena.
  • Serbuk belerang, dicampur dengan kunyit dan minyak kelapa yang sudah dipanaskan, gosokkan pada kulit sapi. Bisa juga digosok dengan air tembakau.
  • Sapi yang mati setelah terkena skabies tetap dapat dikonsumsi, hanya saja buang bagian yang terkena tungau. Sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter hewan.

3. Penyakit Cacingan pada Sapi dan Pengobatannya

Disebut pula helminthiasis. Penyakit cacingan merupakan penyakit yang paling sering menyerang ternak yang dipelihara secara tradisional. Dan tergolong penyakit yang mudah ditangani tergantung dengan banyak/sedikit-nya cacing dalam tubuh, jenis cacing yang menyerang (cacing hati, cacing pita, cacing gilig/nematoda)dan penanganan. Jenis cacing yang menyerang sapi sebenarnya sangat banyak jenisnya. Namun yang paling sering menyerang adalah jenis cacing hati dan cacing pita, biasanya disebabkan oleh kondisi pakan yang tidak bersih / mengandung larva cacing. Biasanya pada rumput hijauan. Proses pengobatan biasanya dilakukan dengan melumpuhkan cacing sehingga cacing yang mati tersebut akan ikut keluar melalui kotoran sapi.

Ciri dan Gejala umum yang tampak saat sapi terserang cacingan :

  1. Sapi tidak nafsu makan
  2. Sapi terlihat kurus dari hari ke hari
  3. Susah buang air besar / tidak teratur
  4. Diare berkepanjangan dan mencret
  5. Gerakan melemah dan mata sayu
  6. Nafas terengah – engah
  7. Hidung dan mulut mulai kering

Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Cacingan Pada Ternak :

  • Usahakan kandang tidak sering lembab
  • Jangan terlalu sering menggembalakan sapi karena kita tidak bisa mengontrol kebersihan rumput yang dikonsumsi oleh sapi
  • Sisa pakan di kandang jangan dibiarkan terlalu lama, segera buang atau olah menjadi pupuk tanaman
  • Berikan obat cacing secara rutin dan berkala (biasanya dua bulan sekali)
  • Obat yang biasanya digunakan oleh dokter hewan adalah dalam jenis benzimidazol, Imidathiazol dan Avermectin (konsultasi dengan dokter hewan sebelum menggunakan)
  • Pengobatan tradisional dengan pemberian daun / buah nanas. Terutama untuk melumpuhkan cacing nematoda. Untuk cacing lainnya, bisa diberikan bawang putih karena sangat efektif dan tidak terdapat efek samping.

4. Penyakit Ingusan Pada Sapi dan Pengobatannya

Penyakit ingusan biasa disebut MCF (MALIGNANT CATHARRAL FEVER). Penyakit ini ditularkan melalui virus Gamma Herpesvirinae dan penularan virus dari ternak jenis domba. Biasanya menyerang sapi yang sering digembalakan bercampur dengan ternak lain seperti domba dan kambing. Biasanya domba yang sudah terserang tidak menunjukkan gejala apapun, tetapi meninggalkan virus tersebut melalui bekas pakan yang telah dikunyah dan dimuntahkan kembali. Sapi yang memakan bekas makanan tersebut akan dapat terkena penyakit ingusan.

Ciri dan Gejala Ingusan pada sapi biasanya adalah :

  1. Timbul cairan pada bagian hidung dan mata ternak, lama kelamaan akan berubah dari encer menjadi lebih kental
  2. Ternak mulai terlihat meneteskan air liur
  3. Bagian moncong kering dan terkadang keluar nanah
  4. Ternak terdengar sulit bernafas dan gemetar
  5. Bagian mata terlihat keruh dan cenderung memutih
  6. Jika sudah parah kulit ternak seperti terkelupas
  7. Sapi berjalan sempoyongan dan lemah, jaringan tubuh rusak dan sapi terlihat kurus
  8. Jika dibiarkan maka sapi akan lumpuh total dan mati

Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Ingusan pada Sapi :

  • Jangan sering menggembalakan sapi bersamaan dengan domba atau kambing
  • Jauhkan kandang sapi dari kandang domba yang baru datang dan belum divaksinasi
  • Kontrol kebersihan pakan yang akan dikonsumsi oleh sapi
  • Jaga kebersihan dan sanitasi kandang
  • Pisahkan dan karantina sapi yang terserang
  • Usaha yang bisa kita lakukan adalah dengan pencegahan infeksi dengan antibiotik sehingga gejala tidak meluas
  • Penyakit ini belum ada obat yang mampu menghilangkan secara keseluruhan, namun dapat hilang sendiri jika penanganan kita cepat dan sapi dipelihara dengan baik
  • Usahakan penanganan secara langsung setelah terlihat gejala ringan, biasanya 4 hari setelah terserang sapi akan semakin memburuk
  • Konsultasikan pada dokter hewan terkait pemakaian obat. Ingat, obati secara langsung setelah terlihat gejala ingusan, jangan terlambat.
  • Ternak yang mati tetap dapat dipotong dan dikonsumsi, namun bagian yang terinfeksi harus dibuang.

5. Penyakit Ngorok Pada Sapi dan Pengobatannya

Biasa disebut SEPTICHAEMIA EPIZOOTIC (SE) dalam istilah kedokteran. Disebabkan oleh kuman yang bernama Pastuerella multocida serotipe 6B dan Pastuerella multocida serotipe 6E. Biasanya menjangkit pada sapi yang kelelahan / letih. Cenderung menyerang sapi pekerja maupun sapi potong yang stress akibat terlalu banyak aktifitas dan kandang yang lembab atau kurang bersih. Pakan yang buruk kualitasnya juga merupakan sarana penularan kuman ini. Penularan antar ternak biasanya melalui air liur, urine, makanan dan tanah yang terkontaminasi. Kondisi lingkungan yang dingin juga merupakan sarana untuk kuman tersebut berkembang.

Ciri dan Gejala Ngorok pada Sapi adalah :

  1. Sapi sulit bernafas dan gemetar
  2. Keluar air liur terus menerus
  3. Suhu tubuh naik sampai 40 derajat celcius
  4. Busung bagian kepala sampai leher bawah
  5. Radang paru – paru, terlihat pada bagian dada karena sapi kurus
  6. Selaput lendir me-merah

Pencegahan dan Pengobatan Sapi Ngorok :

  • Karantina dan pemeriksaan sapi yang baru datang
  • Vaksinasi rutin ternak dengan oil adjuvant tiap tahun
  • Kandang selalu bersih dan diberi disinfektan
  • Pengobatan yang umum dipakai adalah antibiotik Oxytetracyclin dan Streptomycin, pemakaiannya wajib konsultasi pada yang berpengalaman
  • Karena yang terserang adalah bagian paru – paru, maka jika akan dipotong dan dikonsumsi kita buang bagian paru – paru nya
  • Bangkai dan bagian yang terkontaminasi hendaknya dikubur atau dibakar

6. Penyakit Demam Pada Sapi dan Pengobatannya

Demam ini umum disebut demam 3 hari. Istilah kedokterannya adalah BOVINE EPHEMERAL FEVER (BEF). Penyebab demam BEF ini adalah gigitan lalat Cullicoides sp dan nyamuk Culex Sp. Penyakit ini tergolong mudah diatasi dan tidak menular terutama bagi manusia.

Ciri dan Gejala Demam pada Sapi (BEF) adalah :

  1. Sapi terlihat lemah dan lesu
  2. Sapi demam tinggi dan terkesan pincang
  3. Susah bergerak dan berdiri
  4. Sesak dan gemetaran
  5. Timbul cairan pada bagian hidung dan mata ternak
  6. Nafsu makan menurun
  7. Jika menjadi penyakit sapi perah, produksi susu akan menurun

Pencegahan dan Pengobatan demam pada sapi :

  • Lingkungan yang bersih
  • Penggunaan insektisida pada kandang
  • Berikan obat penurun panas dan usahakan sapi banyak minum air
  • Obat tradisional bagi BEF adalah pemberian gula merah dan garam dapur dan diminumkan pada sapi.
  • Tetap konsultasi pada dokter hewan untuk lebih baiknya.
  • Daging boleh dipotong dan dikonsumsi

7. Penyakit Sapi Mubeng dan Pengobatannya

Penyakit sapi mubeng juga sering sekali menyerang sapi. Nama lain dari penyakit ini adalah penyakit surra. Cara kerja penyakit ini adalah dengan berkembangnya parasit dalam darah dan menurunkan kadar glukosa-nya. Sehingga kondisi tubuh sapi menjadi menurun, kurang nafsu makan, stress dan mudah letih. Penularanan parasit ini disebabkan oleh gigitan lalat haematophagus dan lyperosia dan aneka jenis kutu. Penyakit surra sering menyerang sapi pada musim hujan dimana kondisi kekebalan sapi sering turun dan melemah . Beberapa kasus bahkan dapat menewaskan ternak, terutama kerbau.

Ciri dan Gejala Sapi Mubeng adalah :

  1. Gerakan sapi menjadi tidak aturan (sempoyongan, jalan berputar putar/mubeng) jika sudah parah sering kejang – kejang
  2. Selput lendir menguning
  3. Tidak nafsu makan dan bulu rontok
  4. Demam dan cepat lelah

Pencegahan dan pengobatan Penyakit Sapi Mubeng :

  • Penyemprotan insektisida di kandang ternak (biasanya sejenis asuntol) untuk mencegah datangnya serangga penghisap darah.
  • Hindarkan kandang sapi dari tempat yang rawan menjadi sarang serangga (parit dan tempat lembab)
  • Sisa – sisa pakan ternak jangan sampai membusuk di kandang
  • Bila sapi luka, jangan sampai dibiarkan infeksi dan menjadi makanan bagi lalat
  • Karantina sapi yang sakit dan berikan obat berupa atocyl maupun artosol, namun dalam penggunaannya hendaknya melalui konsultasi dengan dokter hewan setempat

8. Penyakit Sapi Kembung dan Pengobatannya

Seringkali saya mendengar keluhan peternak yang sapi-nya terkena penyakit kembung, dalam bahasa kedokteran biasa disebut bloat. Penyakit sapi kembung disebabkan oleh macetnya saluran gas dalam tubuh sapi, akibatnya pencernaan tidak lancar dan bagian perut rumen membesar. Ini dapat dilihat dari bagian perut sapi sebelah kiri, apabila sapi kembung pasti akan terlihat membesar. Penyebab utama sapi terserang kembung adalah rumput – rumputan yang basah, kurang berserat. Oleh karenanya seleksi hijauan mutlak diperlukan. Dan berikan prosentase hijauan jenis leguiminose maksimal lima puluh persen.

Ciri dan Gejala Sapi Kembung / Bloat :

  1. Perut bagian kiri membesar karena gas tidak dapat keluar
  2. Pernafasan terganggu karena organ pernafasan ditekan oleh membesarnya rumen
  3. Gerakan kurang lincah dan sering terjatuh
  4. Dalam kondisi parah, hewan bisa lumpuh dan mati

Pencegahan dan Pengobatan Kembung Pada Sapi :

  • Jangan biasa memberikan pakan rumput yang masih basah, terutama di pagi hari
  • Kurangi prosentase pemberian leguminose hijauan
  • Jerami kering berikan di pagi hari sebelum memakan hijauan jenis lain
  • Usahakan ternak banyak bergerak sehingga mengurangi gas pada lambung
  • Cara pengobatan yang biasa diberikan adalah anti bloat yang mengandung dimethicone dan minyak nabati yang berasal dari kacang tanah. Minyak nabati bisa disuntikkan pada sapi yang terkena bloat
  • Konsultasikan pada dokter hewan untuk penggunaan obat yang tepat

9. Penyakit Kuku Busuk Pada Sapi dan Pengobatannya

Seperti namanya, penyakit kutu busuk berkembang di bagian kuku sapi. Sering disebut sebagai penyakit Foot Rot (Pembusukan kaki/kuku). Kuman fusiformis masuk ke dalam celah kuku sapi dan berkembang disana, bahkan daya tahan kuman tersebut semakin lama jika berada di dalam kuku sapi. Penyebab masuknya kuman ini adalah dimana kuku sapi terluka akibat hantaman benda keras di tempat yang kotor dan akhirnya kuman masuk dan berkembang pesat. Jika dibiarkan, kuman ini akan berkembang menjadi penyakit yang melumpuhkan sel – sel di telapak kaki sapi hingga sapi tidak dapat berjalan.

Ciri dan Gejala Kuku Busuk pada Sapi :

  1. Celah kuku dan tumit terlihat membengkak
  2. Keluar cairan kuning dan berbau busuk pada bagian kuku
  3. Mengelupasnya selaput pada bagian kuku diakibatkan matinya jaringan sel pada bagian tersebut
  4. Sapi terlihat pincang saat bergerak dan kesakitan

Pencegahan dan Pengobatan Kuku Busuk pada Sapi :

  • Jaga kebersihan kandang sehingga bakteri dan kuman sulit berkembang disana
  • Sering periksa kebersihan kuku sapi
  • Jika sudah terserang, segera rendam kaki yang terserang dengan larutan formalin sebanyak 10%
  • Untuk pengobatan dengan suntik, usahakan kaki sapi tetap kering dan disuntikkan larutan sulfat beserta antibiotik sesuai saran dokter hewan

Demikian tadi sobat, beberapa poin informasi mengenai macam – macam penyakit sapi dan cara mengobatinya. Ingat, kebersihan dan perawatan yang baik dan teratur sangat mempengaruhi kesehatan ternak kita. Dan juga sebelum memberikan obat – obatan tersebut, tidak ada salahnya kita berkonsultasi dengan ahlinya terkait dengan dosis, tanggal kadaluarsa dan penggunaannya. Karena sekarang sudah sangat banyak obat hewan dan ternak yang tersedia di pasaran. Kesalahan pemberian dapat berakibat fatal pada ternak yang akan kita obati. Semoga menjadi pelajaran dan ilmu yang baru bagi sobat untuk mengenali macam – macam penyakit menular pada sapi.

Mentan: "Mind Set Masyarakat Harus Berubah" Swasembada Protein ...

Diposkan pada Tak Berkategori

Makalah Pembibitan Sapi Bali

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan jumlah dan mutu produksi ternak, dan sebagai salah satu faktor dalam penyediaan pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi. Untuk dapat menghasilkan bibit ternak yang unggul dan bermutu tinggi diperlukan proses manajemen pemeliharaan, pemuliabiakan (breeding), pakan dan kesehatan hewan ternak yang terarah dan berkesinambungan.

Produksi bibit ternak tersebut diarahkan agar mampu menghasilkan bibit ternak yang memenuhi persyaratan mutu untuk didistribusikan dan dikembangkan lebih lanjut oleh instansi pemerintah, masyarakat maupun badan usaha lainnya yang memerlukan dalam upaya pengembangan peternakan secara berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud pembibitan ?
  2. Bagaimana system pemeliharaan dalam pembibitan sapi potong ?
  3. Bagaimana proses produksi bibit ?

C. Tujuan

  1. Apa yang dimaksud pembibitan ?
  2. Bagaimana system pemeliharaan dalam pembibitan sapi potong ?
  3. Bagaimana proses produksi bibit ?

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pemuliaan adalah merupakan suatu usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu genetik ternak melalui pengembanganbiakan ternak-temak yang memiliki potensi genetik yang baik sehingga diperoleh kinerja atau potensi produksi yang diharapkan.

Sedangkan arti pembibitan adalah suatu tindakan peternak untuk menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah ternak yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan dengan tujuan standar produksi /kinerja yang ditentukan.

B. Bangunan dan Peralatan

  1. Untuk pembibitan sapi potong sistem semi intensif diperlukan bangunan dan peralatan sebagai berikut:
  2. Bangunan
  • Kandang yang dapat menampung dan melindungi ternak pada malam hari atau selesai digembalakan. Pemagaran kandang dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah dan daya tampung.
  • Halaman sekitar kandang (Cattle Yard) yaitu bagian dari kandang yang dapat digunakan untuk tempat sapi berjalanjalan, tempat mengawinkan, penanganan sapi dalam hal vaksinasi, bongkar muat, dan sebagainya.
  1. Peralatan
  • Tempat pakan dan tempat minum yaitu; berupa bak dari beton berukuran tinggi 60cm, lebar 60 cm dan panjang sesuai panjang kandang, atau dapt pula menggunakan drum plastik.
  • Peralatan kebersihan kandang, seperti; sekop, sapu lidi, sikat lantai, ember untuk membersihkan kandang dan keperluan lainnya.
  • Peralatan penanganan ternak seperti tambang pengikat ternak yaitu agar ternak mudah dikendalikan.

 

  1. Untuk pembibitan sapi potong sistem pemeliharaan intensif diperlukan bangunan, peralatan, persyaratan teknis dan tataletak kandang yang memenuhi persyaratan yaitu sebagai berikut:
  2. Bangunan:
  • kandang pemeliharaan;
  • kandang isolasi;
  • gudang pakan dan peralatan;
  • unit penampungan dan pengolahan limbah.
  1. Peralatan:
  • tempat pakan dan tempat minum;
  • alat pemotong dan pengangkut rumput;
  • alat pembersih kandang dan pembuatan kompos;
  • peralatan kesehatan hewan.
  1. Persyaratan teknis kandang:
  • konstruksi harus kuat;
  • terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh;
  • sirkulasi udara dan sinar matahari cukup;
  • drainase dan saluran pembuangan limbah baik, serta mudah dibersihkan;
  • lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering dan tahan injak;
  • luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung; setiap ekor sapi memerlukan ruang 2 m x 1,5 m
  • kandang isolasi (kandang untuk memisahkan ternak yang sakit) dibuat terpisah.
  • Letak kandang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • alat angkutan dapat masuk ke sekitar kandang;
  • lingkungan kandang kering dan tidak tergenang saat hujan;
  • dekat sumber air;
  • cukup sinar matahari, kandang tunggal menghadap timur, kandang ganda membujur utara-selatan;
  • tidak mengganggu lingkungan hidup;
  • memenuhi persyaratan kebersihan dan kesehatan lingkungan

C. Bibit

  1. Klasifikasi bibit

Bibit sapi potong diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:

  1. bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata;
  2. bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar;
  3. bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit induk.

 

  1. Standar mutu bibit

Untuk menjamin mutu produk yang sesuai dengan permintaan konsumen, diperlukan bibit ternak yang bermutu, sesuai dengan persyaratan teknis minimal setiap bibit sapi potong sebagai berikut:

  1. Persyaratan umum bibit:
  • Sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), punggung atau cacat tubuh lainnya;
  • Semua sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan;
  • Sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya.
  1. Persyaratan khusus:

Persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk masingmasing rumpun sapi yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Persyaratan Bibit Sapi Bali

Ciri-ciri Tubuh Ukuran Tubuh
–    Warna bulu putih merah pada betina, sedangkan pada jantan warnanya hitam

–       Lutut ke bawah putih

–       Pantat putuh berbentuk setengah bulat

–     Ujung ekor hitam dan ada garis belut warna hitam pada punggung

–     Tanduk tumbuh baik dan berwarna hitam

–     Bentuk kepala lebar

–     Leher kompak dah kuat

Betina umur 18-24 bulan

Tinggi gumba:

Kelas I minimal 138 cm;

Kelas II minimal 105 cm;

Kelas III minimal 107 cm.

 

Panjang badan:

Kelas I minimal 147 cm;

Kelas II minimal 109 cm;

Kelas III minimal 113 cm.

Tabel 2. Persyaratan Bibit Sapi Peranakan Ongole (PO)

Cirri-ciri Tubuh Ukuran Tubuh
–          Warna bulu putih keabu-abuan

–          Kipas ekor (bulu cambuk ekor) dan bulu sekitar mata berwarna hitam;

–          Badan besar, gelambir longgar bergantung;

–          Punuk besar;

–          Leher pendek;

–          Tanduk pendek.

Betina umur 18-24 bulan

Tinggi gumba:

Kelas I minimal 116 cm;

Kelas II minimal 113 cm;

Kelas III minimal 111 cm.

 

Panjang badan:

Kelas I minimal 124 cm;

Kelas II minimal 117 cm;

Kelas III minimal 115 cm.

D. Pakan

  1. Setiap usaha pembibitan sapi potong harus menyediakan pakan yang cukup bagi ternaknya, baik jumlah maupun kualitasnya.
  2. Pakan dapat berasal dari pakan hijauan, maupun pakan konsentrat.
  3. Pakan hijauan dapat berasal dari rumput, leguminosa (kacangkacangan), sisa hasil (limbah) pertanian dan dedaunan.
  4. Pakan konsentrat yaitu pakan tambahan yang berasal dari campuran bahan seperti dedak padi, tepung jagung, tepung gaplek, bungkil kelapa, bungkil kedele, ampas tahu, onggok dan lain-lain. Pakan konsentrat mengandung kadar serat rendah dan kadar energy yang cukup tinggi tinggi
  5. Setiap ekor sapi memerlukan pakan hijauan segar sekitar 10 % dari berat tubuhnya. Sebagai contoh sapi seberat 350 kg memerlukan hijauan segar seberat 35 kg dan konsentrat sekitar 1 – 2 % dari bobot tubuhnya atau sekitar 3,5 – 7 kg. (Hardianto dan Sunandar, 2009, Mathius dan Togatorop, 1993)
  6. Kadar protein pakan yang diperlukan sekitar 13 – 15 %
  7. Perbaikan kualitas hijauan pakan dapat juga dilakukan dengan menambahkan daun kacang-kacangan seperti daun cebreng/gamal (glirisidia), daun kaliandra, daun dan buah lamtoro, daun turi, jerami kacang tanah, sisa panen kacang panjang dengan perbandingan sesuai keadaan ternak sapi.
  8. Pakan sapi potong untuk pembibitan perlu memiliki keiseimbangan kandungan antara serat, Protein, energi dan mineral.
  9. Air minum harus selalu tersedia di kandang (ad-libitum).

 

Tabel 3. Campuran Bahan Pakan Kosentrat untuk Sapi Potong

No Bahan Komposisi

Bahan

%

Protein

Kasar

%

Total Protein

%

1 Dedak Padi 60 10 6,0
2 Bungkil kelapa 5 22 1,1
3 Bungkil Inti Sawit 20 24 4,8
4 Dedak jagung 12 9 1,1
5 Mineral 2
6 Garam dapur 1
Jumlah 13

Sumber : Petunjuk Teknis Penelitian Dan Pengkajian Nasional Peternakan dan Perkebunan. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Departemen Pertanian .2003

Tabel 4. Perbandingan Campuran Rumput/Jerami dengan Daun Kacang-kacangan (Leguminosa).

Ststus fisiologis Rumput/jerami % Daun Kacang

kacangan %

Jantan dewasa 75 25
Induk bunting 60 40
Induk menyusui 60 40

E. Obat Hewan

  1. Obat untuk ternak sapi potong yang dapat disediakan oleh peternak yaitu obat cacing, obat luka seperti yodium tincture, desinfektans seperti alkohol, lisol dan obat alami.
  2. Obat ternak sapi potong yang dipergunakan seperti bahan kimia dan bahan biologik harus memiliki nomor pendaftaran. Untuk sediaan obat alami seperti ramuan jamu hewan tidak dipersyaratkan memiliki nomor pendaftaran.
  3. Penggunaan obat keras harus di bawah pengawasan dokter hewan (penyuluh) sesuai ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku di bidang obat hewan.

F. Tenaga Kerja

  1. Jumlah tenaga kerja sesuai kebutuhan
  • pada pembibitan sapi potong dengan sistim intensif (dikurung), setiap satu orang/hari kerja, untuk 5 ekor sapi dewasa
  • pada pembibitan sapi potong dengan sistem gembala, setiap satu orang/hari kerja, untuk 10-20 ekor sapi dewasa
  • Perlu dilatih agar mempunyai pemahaman teknis dan keterampilan dalam pembibitan sapi potong.

G. Pemeliharaan

Dalam pembibitan sapi potong, pemeliharaan ternak dapat dilakukan dengan sistim pastura (penggembalaan), sistim semi intensif, dan sistim intensif.

  1. Sistem pastura yaitu pembibitan sapi potong yang sumber pakan utamanya berasal dari padang penggembalaan yang dikelola dengan baik. Pastura dapat merupakan milik perorangan, badan usaha atau kelompok peternak.
  2. Sistem semi intensif yaitu pembibitan sapi potong yang menggabungkan antara sistem pastura dan sistem intensif. Pada sistem ini dapat dilakukan pembibitan sapi potong dengan cara digembalakan untuk memenuhi kebutuhan pakannya dan pada malam hari dikandangkan.
  3. Sistem intensif yaitu pembibitan sapi potong dengan pemeliharaan di kandang. Pada sistem ini kebutuhan pakan disediakan penuh di kandang.

H. Tujuan Produksi Pembibitan

Berdasarkan tujuan produksinya, pembibitan sapi potong dikelompokkan ke dalam pembibitan sapi potong bangsa/rumpun murni dan pembibitan sapi potong persilangan.

  1. Pembibitan sapi potong bangsa/rumpun murni, yaitu perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan cara mengawinkan sapi yang sama bangsa/rumpunnya.
  2. Pembibitan sapi potong persilangan, yaitu perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan cara perkawinan antar ternak dari satu spesies tetapi berlainan rumpun.

 

  1. Perkawinan

Perkawinan dapat dilakukan jika terdapat tanda-tanda induk sapi betina birahi. Tanda-tanda birahi yang umum adalah :

  1. Alat kelamin induk sapi betina agak bengkak
  2. Alat kelamin induk sapi betina berwarna agak kemerahan
  3. Alat kelamin induk sapi betina suhunya agak hangat
  4. Alat kelamin induk sapi betina mengeluarkan lender bening
  5. Nafsu makannya menurun
  6. Gelisah, kadang-kadang menggesek-gesekan bagian belakan tubuhnya, kadang -kadang melenguh (bersuara, berteriak) dan menghentak-hentakkan kakinya
  7. Menaiki ternak lainnya atau diam bila dinaiki.
  8. Apabila terlihat tanda-tanda ini, maka segera mencarikan sapi pejantan untuk mengawini secara kawin alam, atau menghubungi

Dalam upaya memperoleh bibit yang berkualitas melalui teknik perkawinan dapat dilakukan dengan cara kawin alam atau Inseminasi Buatan (IB).

  1. Pada kawin alam perbandingan jantan : betina diusahakan 1:8-10.
  2. Perkawinan dengan Inseminasi Buatan memakai semen beku SNI 01.4869.1-2005 atau semen, cair dari pejantan yang sudah teruji kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular yang dapat ditularkan melalui semen.
  3. Dalam pelaksanaan kawin alam atau Inseminasi Buatan harus dilakukan pengaturan penggunaan pejantan atau semen untuk menghindari terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding)
  4. Seleksi Bibit

Seleksi bibit sapi potong dilakukan berdasarkan performan anak dan individu calon bibit sapi potong tersebut, dengan mempergunakan kriteria seleksi sebagai berikut:

  1. Calon Induk
  2. calon induk harus subur dan dapat menghasilkan anak secara teratur;
  3. anak jantan maupun betina tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih umur 205 hari (weaning weight ratio) di atas ratarata.
  4. penampilan fenotipe (fi sik) sesuai dengan rumpunnya.
  5. Calon Pejantan
  6. bobot sapih di atas rata- rata;
  7. bobot badan umur 205 dan 365 hari di atas rata-rata;
  8. pertambahan bobot badan antara umur 1-1,5 tahun di atas rata-rata;
  9. libido dan kualitas spermanya baik;
  10. penampilan fi sik tubuh (fenotipe) sesuai dengan rumpunnya.

 

  1. Kesehatan Hewan

Untuk memperoleh hasil yang baik, pembibitan sapi perah harus memperhatikan persyaratan kesehatan hewan yang meliputi:

  1. Situasi penyakit

Pembibitan sapi potong harus terletak di daerah yang tidak terdapat gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), ingus jahat (Malignant Catarhal Fever), Bovine Ephemeral Fever, lidah biru (Blue Tongue), radang limpa (Ánthrax), dan keluron/keguguran menular (Brucellosis).

  1. Pencegahan/Vaksinasi
  2. Pembibitan sapi potong harus melakukan vaksinasi dan pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang;
  3. Mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak;
  4. Melaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan dalam rangka pengamanan kesehatan.

Setiap pembibitan sapi potong harus memperhatikan hal-hal tindak biosecurity sebagai berikut:

  1. Lokasi usaha harus terhindar dari binatang liar serta bebas dari hewan piaraan lainnya yang dapat menularkan penyakit;
  2. Lakukan pengendalian serangga seperti lalat dan serangga, lainnya;
  3. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani ternak yang sakit tidak diperkenankan melayani ternak yang sehat;
  4. Menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit;
  5. Menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan;
  6. Memisahkan (mengisolasi) ternak yang sakit ke kandang khusus
  7. Mengkonsultasikan tindakan pecegahan atau pengobatan kepada petugas yang berwenang
  8. Membakar atau mengubur bangkai ternak yang mati karena penyakit menular, dan mendesinfeksi kandang bekas ternak sakit.

 

 

III. METODE PELAKSANAN

A. Waktu dan Tempat

  • Hari/Tanggal : Rabu / 07 Desember 2016.
  • Tempat         : Peternakan milik H. Mile

B. Alasan pemilihan lokasi

Peternakan milik H. Mile dipilih sebagai lokasi kunjungan dikarenakan H. mile merupakan satu dari banyak peternak penggemukan sapi potong yang ada di Gowa. H. Mile juga sering dibantu oleh alumni STPP Gowa dalam pemberian Inovasi Peternakan sapinya.

C. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan juga dokumentasi. Narasumber pada wawancara ini yaitu pekerja milik H. Mile, sehingga ini dijadikan sebagai data primer

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Biodata Responden

Nama : H. Mile
Umur : 67 Tahun
Nama Poktan : Borong
Alamat : Sungguminasa
Jumlah ternak : 70 ekor
Luas kandang : 4 are
Tenaga kerja : 15 orang

B. Jenis Kandang

Kandang yang digunakan responden adalah kandang koloni di mana ternak dibiarkan bebas bersama kawanannya, tidak diberikan sekat. Kandang terbuat dari atap seng, alas lantai dan pagar kayu. Ternak terlihat sangat nyaman karena kandang dalam keadaan bersih dan tidak lembab.

C. Sistem Pemeliharaan

Responden menggunakan system pemeliharaan semi intensif, di mana ternak pada pagi hari digembalakan, sore hari kembali dikandangkan dan diberi pakan penguat.

D. Pakan

Pakan yang diberikan ke ternak yaitu hijauan seperti rumput gajah dan rumput lapangan. Kadang juga diberikanpangan penguat seperti molasses, ampas tahu, dedak dan mineral.

E. Pembibitan

Pembibitan dilakukan langsung oleh responden. Meskipun masih sedikit, tetapi sudah bisa dilakukan. Bibit diperoleh dari hasil inseminasi buatan dari semen jantan unggul dengan induk unggul dan produktif, sudah ada 2 – 3 ekor bibit dengan mutu yang sangat baik diperoleh responden dari hasil IB tersebut.

F. Kesehatan

Kadang ternak milik responden terkena penyakit cacingan dan mencret. Obat yang diberikan yaitu obat cacing dan daun jambu yang dibersihkan. Selebihnya tidak ada masalah yang berarti terkait kesehatan ternaknya.

G. Sanitasi

Pembersihan kandang dilakukan secara rutin dua kali sehari, yaitu pagi dan sore. Pembersihan dilakukan oleh pekerjanya.

 

V. PENUTUP

A. Simpulan

yang perlu diperhatikan dalam pembibitan sapi Bali yaitu :

  1. pakan
  2. pejantan dan induk
  3. system pemeliharaan
  4. sanitasi
  5. Perkawinan
  6. Bibit yang baik dapat diperoleh dengan mudah dengan memanfaatkan teknologi Inseminasi Buatan, karena IB dilakukan secara efisien dan lebih efektif dibandingkan kawin alam.

B. Saran

Sebaiknya mahasiswa diberi banyak tugas kunjungan ke peternak – peternak sukses seperti ini agar wawasan mahasiswa terhadap peternakan bertambah besar

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonym,Pedoman Pembinitan Sapi Potong Yang Baik. Direktorat Jenderal          Peternakan

http://rudinunhalu.blogspot.co.id/2013/08/manajemen-pembibitan-sapi-potong.html. Diakses pada tanggal 20 desember 2016.

Diposkan pada Tak Berkategori

Makalah Kelompok dan Teamwork

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain. Meskipun hidup berkecukupan, kecerdasan yang cukup dan kekuatan fisik yang cukup, ia akan selalu membutuhkan lingkungan dimana dia bisa berbagi, saling memberi support dan bergotong royong. Manusia tidak hanya membutuhkan agama, ilmu pengetahuan, atau hiburanatau kesenian, tetapi juga kebersamaan. Semuanya diperlukan. Karena dengan agama hidup lebih terarah, dengan pengetahuan hidup akan lebih mudah, dengan seni hidup lebih indah dan dengan kebersamaan hidup akan lebih berfaidah.

Dalam definisi singkat, teamwork merupakan serangkaian nilai, sikap dan perilaku dalam sebuah tim. Sehingga tidak selalu terdiri dari sekumpulan orang dengan gaya, sikap, maupun cara kerja yang sama. Perbedaan antar tim justru merupakan potensi yang akan membuat sebuah tim menjadi kreatif dan inovatif. Untuk mencapai kerjasama tim yang baik perlu ditumbuhkan sikap positif di antara anggota tim. Antara lain kebiasaan untuk saling mendengarkan sehingga tercipta komunikasi yang baik, memberikan dukungan kepada anggota tim yang membutuhkan, dan apresisasi terhadap kontribusi dan pencapaian yang diperoleh dari setiap anggota tim.

Sebuah teamwork akan menjadi penentu mulus tidaknya perjalanan organisasi. Sebab itu sangat diperlukan adanya kerjasama yang baik dalam melaksanakan tanggung jawab dalam keorganisasian. Makalah ini akan membahas definisi teamwork, manfaat dan fungsi teamwork, jenis teamwork, perbedaan tim kerja dan kelompok kerja, peranan tim kerja, tahap perkembangan teamwork, dan dimensi dalam tim kerja.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud teamwork ?
  2. Apa Tujuan dan Fungsi teamwork ?
  3. Apa saja jenis teamwork ?
  4. Apa perbedaan tim kerja dan kelompok kerja ?
  5. Apa saja dimensi dalam tim kerja ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui pengertian
  2. Mengetahui tujuan dan fungsi
  3. Mengetahui jenis
  4. Mengetahui perbedaan tim kerja dan kelompok kerja.
  5. Mengetahui dimensi dalam tim kerja.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Teamwork

Teamwork bisa diartikan kerja tim atau kerjasama, team work atau kerja sama tim merupakan bentuk kerja kelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi serta berkomitmen untuk mencapai target yang sudah disepakati sebelumnya untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Harus disadari bahwa teamwork merupakan peleburan berbagai pribadi yang menjadi satu pribadi untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan tersebut bukanlah tujuan pribadi, bukan tujuan ketua tim, bukan pula tujuan dari pribadi yang paling populer di tim.

Dalam sebuah tim yang dibutuhkan adalah kemauan untuk saling bergandeng-tangan menyelesaikan pekerjaan. Bisa jadi satu orang tidak menyelesaikan pekerjaan atau tidak ahli dalam pekerjaan A, namun dapat dikerjakan oleh anggota tim lainnya. Inilah yang dimaksudkan dengan kerja tim, beban dibagi untuk satu tujuan bersama.

Saling mengerti dan mendukung satu sama lain merupakan kunci kesuksesan dari teamwork. Jangan pernah mengabaikan pengertian dan dukungan ini. Meskipun terjadi perselisihan antar pribadi, namun dalam tim harus segera menyingkirkannya terlebih dahulu. Bila tidak kehidupan dalam tim jelas akan terganggu, bahkan dalam satu tim bisa jadi berasal dari latar belakang divisi yang berbeda yang terkadang menyimpan pula perselisihan. Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa kebersamaan sebagai anggota tim di atas segalanya.

Keakraban tim yang sukses biasanya ditandai dengan sikap akrab satu sama lain, setia kawan, dan merasa senasib sepenanggungan. Para anggota tim saling menyukai dan berusaha keras untuk mengembangankan dan memelihara hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal menjadi sangat penting karena hal ini akan merupakan dasar terciptanya keterbukaan dan komunikasi langsung serta dukungan antara sesama anggota team.

Teamwork merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang mapan, selain itu ketrampilan dan pengetahuan yang beranekaragam yang dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai tambah yang membuat teamwork lebih menguntungkan jika dibandingkan seorang individu yang brilian sekalipun.

Teamwork dapat didefinisikan sebagai kumpulan individu yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Kumpulan individu-individu tersebut memiliki aturan dan mekanisme kerja yang jelas serta saling tergantung antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu sekumpulan orang yang bekerja dalam satu ruangan, bahkan didalam satu proyek, belum tentu merupakan sebuah teamwork. Terlebih lagi jika kelompok tersebut dikelola secara otoriter, timbul faksi-faksi di dalamnya, dan minimnya interaksi antar anggota kelompok. Beberapa isu di dalam tim :

  1. Adanya tugas (task) dan masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Hal ini seringkali merupakan topik utama yang menjadi perhatian team.
  2. Proses yang terjadi di dalam teamwork itu sendiri, misalnya bagaimana mekanisme kerja atau aturan main sebuah team sebagai suatu unit kerja dari perusahaan, proses interaksi di dalam team, dan lain-lain

 

Keuntungan pengambilan keputusan dalam tim :

  1. Keputusan yang dibuat secara bersama-sama akan meningkatkan motivasi team dalam pelaksanaanya.
  2. Keputusan bersama akan lebih mudah dipahami oleh team dibandingkan jika hanya mengandalkan keputusan dari satu orang saja

III. PEMBAHASAN

A. Tujuan dan Fungsi Teamwork

Bekerja dalam bentuk tim memiliki fungsi yaitu antara lain dapat merubah sikap, perilaku dan nilai-nilai pribadi serta dapat turut serta dalam mendisiplinkan anggota tim. Selain itu, bekerja dalam tim dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan , merundingkan dan bernegoisasi.

  1. Manfaat Bekerja Dalam Tim
    1. Bagi Organisasi Tim
      • Meningkatkan produktivitas kerja.
      • Meningkatkan kualitas kerja.
      • Meningkatkan mentalitas kerja.
      • Meningkatkan kemajuan organisasi.
    2. Bagi Anggota Tim
  • Tanggung jawab atas pekerjaan ditanggung bersama.
  • Sebagai media aktualisasi diri.
  • Stres atau beban kerja berkurang.
  1. Tujuan Bekerja Dalam Tim
  2. Kesatuan Tujuan

Setiap anggota tim memiliki kesamaan visi,misi dan program kerja.

  1. Efisiensi

Setiap anggota tim menyelesaikan tugas atau pekerjaan secara cepat,cermat dan tepat tanpa pemborosan dan kecerobohan.

  1. Efektif

Setiap anggota tim memiliki tujuan yang jelas, memiliki keterampilan yang memadai, memiliki komitmen, saling percaya, memiliki komunikasi yang baik, memiliki kemampuan bernegoisasi, dan memiliki kemampuan yang tepat.

B. Jenis Teamwork

Menurut Daft (2000) jenis teamwork terdiri dari enam jenis, yaitu:

  1. Tim Formal

Tim formal adalah sebuah tim yang dibentuk oleh organisasi sebagai bagian dari struktur organisasi formal.

  1. Tim Vertikal

Tim vertikal adalah sebuah tim formal yang terdiri dari seorang manajer dan beberapa orang bawahannya dalam rantai komando organisasi formal.

  1. Tim Horizontal

Tim horizontal adalah sebuah tim formal yang terdiri dari beberapa karyawan dari tingkat hirarki yang hampir sama tetapi berasal dari area keahlian yang berbeda.

  1. Tim dengan Tugas Khusus

Tim dengan tugas khusus adalah sebuah tim yang dibentuk di luar organisasi formal untuk menangani sebuah proyek dengan kepentingan atau kreativitas khusus.

  1. Tim Mandiri

Tim Mandiri adalah sebuah tim yang terdiri dari lima hingga dua puluh orang pekerja dengan beragam keterampilan yang menjalani rotasi pekerjaan untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa secara lengkap, dan pelaksanaannya diawasi oleh seorang annggota terpilih.

  1. Tim Pemecahan Masalah

Tim pemecahan masalah biasanya terdiri dari lima hingga dua belas karyawan yang dibayar perjam dari departemen yang sama, dimana mereka bertemu untuk mendiskusikan cara memperbaiki kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja.

C. Perbedaan Tim Kerja dan Kelompok Kerja

Kelompok dengan tim dalam dunia masyarakat dianggap sebagai hal yang sama bahkan sulit untuk dibedakan, seseorang dapat dikatidakan sebagai kelompok apabila antara dua orang atau lebih saling berinteraksi dengan tidak kolektif serta tidak menghasilkan energi yang positif.

Jadi, sebenarnya kelompok dan tim bukanlah hal yang sama. Apabila kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan tergantung yang berkumpul untuk mencapai tujuan tertentu, maka kelompok kerja adalah kelompok yang berinteraksi terutama untuk berbagi informasi dan membuat berbagai keputusan untuk membantu setiap anggota bekerja didalam area tanggung jawabnya.

Kelompok kerja tidak mempunyai kebutuhan atau kesempatan untuk terlibat dalam kerja kolektif yang membutuhkan usaha yang sama. Kinerja mereka hanya merupakan gabungan akhir dari kontribusi individual setiap anggota kelompok. Tidak ada sinergi positif yang bisa menciptidakan seluruh tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada jumlah masukan.

Sedangkan tim kerja menghasilkan sinergi positif melalui usaha yang terkoordinasi. Usaha individual mereka menghasilkan satu tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada jumlah masukan individual. Definisi ini membantu menjelaskan mengapa ada begitu banyak organisasi yang akhir-akhir ini menyusun ulang proses kerja seputar tim. Manejemen mencari sinergi positif yang memungkinkan organisasi mereka untuk meningkatkan kinerja. Penggunaan tim secara ekstensif (luas) menghasilkan potensi bagi sebuah organisasi untuk membuahkan banyak hasil yang lebih besar tanpa peningkatan masukan. Namun, perhatikan apa yang kita sebut ‘potensi’. Tidak ada yang dengan sendirinya membuat berbagi tim yang memastikan pencapaian sinergi positif.. Hanya semata-mata menyebut sebuah kelompok sebagai tim tidak otomatis meningkatkan kinerjanya. Tim yang efektif memiliki berbagai karakteristik umum. Apabila ingin mendapatkan peningkatkan kinerja organisasi dengan menggunakan tim, menejemen harus memastikan bahwa tim-timnya memiliki karakteristik-karakteristik.

Sementara itu, penulis lain seperti Laurie J. Mullins membedakan kelompok dan tim berdasarkan enam variabel yaitu : Ukuran, Seleksi, Kepemimpinan, Persepsi, Gaya, dan Semangat. Penjelasan perbedaan secara lengkap terdapat dalam tabel berikut :

Tabel. Variabel Perbedaan Kelompok dengan Tim

Variabel Tim Kelompok
Ukuran Terbatas Medium dan besar
Seleksi Krusial (gawat,genting) Immaterial (masukan org lain yg dipercaya)
Kepemimpinan Berbagi atau dirotasi Solo
Persepsi Pemahaman pengetahuan saling melengkapi Fokus pada pemimpin
Gaya Peran koordinasi yang tersebar Konvergensi (satu tujuan) ,konformisme (mempengaruhi org lain ssuai keinginan)
Semangat Interaksi dinamis Kebersamaan mengalahkan musuh

 

D. Dimensi Dalam Tim Kerja

Michael West memaparkan, ada dua dimensi dari fungsi tim, yaitu tugas yang harus diemban oleh tim dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi bagaimana para anggotanya merasakan tim sebagai sebuah unit sosial. Tugas yang harus diemban tim yaitu menjalankan seluruh program pelayanan yang sesuai dengan aturan organisasi yang baik, di mana dalam setiap tugas kerja selalu ada tujuan, strategi, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Semua akan efektif jika dikerjakan dalam sebuah tim kerja. Tetetapi tim kerja merupakan satu unit sosial yang mempengaruhi kerja tim. Dengan perkataan lain, di dalam tim terdapat interaksi sosial yang unik dan kompak.

Tim terdiri atas kumpulan individu yang memiliki perbedaan emosi, sosial, dan berbagai kebutuhan manusia, yang membuat tim secara keseluruhan dapat membantu atau bahkan membuat frustrasi. Hal ini disebabkan tim bukan saja berkumpul dan menjalankan tugas organisasi, tetetapi ada yang penting dan perlu mendapatkan perhatian, yakni relasi sosial dalam kebersamaan mereka sebagai sebuah tim kerja. Relasi antarpribadi yang akrab dan terbuka untuk bekerja dengan satu hati, satu pikiran dan satu kehendak, akan menolong tim kerja berjalan dengan efektif. Empat dimensi tim yang efektif :

  1. Dimensi Personal
  • Tim yg efektif memiliki komitmen yg dalam satu dengan yang lain.
  • Segenap tim saling menularkan anthusiasme.
  • Setiap orang rindu memberi kontribusi demi mencapai tujuan bersama.
  1. Dimensi Relational
  • Tim yang efektif berkomunikasi secara terbuka dan jujur.
  • Mereka berkolaborasi dengan kesediaan untuk saling melengkapi demi mencapai tujuan bersama.
  • Mereka memanage konfliks secara bijak.
  1. Dimensi Strategis
  • Tim yang efektif fokus kepada visi yg menjadi pendorong untuk terus maju bersama.
  • Mereka menyepakati dan mengikuti sasaran yang jelas.
  1. Dimensi Proses
  • Tim yang efektif sangat terbuka terhadap perubahan.
  • Mereka memiliki kesadaran yang kuat akan keterkaitan segenap anggota tim.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Fungsi dari tim yaitu dapat merubah sikap, perilaku, dan nilai pribadi serta dapat turut serta dalam mendisiplinkan anggota tim. Sedangkan manfaat bekerja dalam tim yaitu untuk pengambilan keputusan, merundingkan, dan bernegosiasi. Tujuan bekerja dalam tim agar anggota memiliki visi dan misi yang sama dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan secara efesiensi dan efektif. Perbedaan antara kelompok dan tim kerja yaitu kelompok tidak menghasilkan sinergy positif yang bisa menciptidakan seluruh tingkat kinerja yang lebih tinggi dari jumlah masukan sedangkan tim kerja menghasilkan sinergy positif melalui usaha yang terkoordinasi dalam menghasil satu tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada jumlah masukan individual.

Michael West memaparkan, ada dua dimensi dari fungsi tim, yaitu tugas yang harus diemban oleh tim dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi bagaimana para anggotanya merasakan tim sebagai sebuah unit sosial.

B. Saran

  1. Meskipun teamwork menjadi penentu mulus tidaknya perjalanan organisasi, namun masih diperlukan adanya kerjasama yang baik dalam melaksanakan tanggung jawab dalam keorganisasian.
  2. Teamwork tidak selalu terdiri dari sekumpulan orang dengan gaya, sikap, maupun cara kerja yang sama. Perbedaan antar tim justru merupakan potensi yang akan membuat sebuah tim menjadi kreatif dan inovatif. Oleh karena itu, perbedaan cara kerja dalam tiap anggota tim harus ditanggapi dengan positif.

DAFTAR PUSTAKA

 

Robbins, Stephen P (2008), Organizational Behavior, Concept, and Application, 12th Edition, Prentice Hall, USA. 

http://kulpulan-materi.blogspot.com/2013/01/tahap-tahap-perkembangan-kelompok.html [Diakses 10 April 2013]

http://managementfile.com/journal.php?id=211&sub=journal&page=strategic [Diakses 10 April 2013]

http://ririndwi19.blogspot.com/2011/12/manfaat-dan-tujuan-bekerjadalam-tim.html [Diakses 10 April 2013]

http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/kelompok-dan-tim-dalam-organisasi.html [Diakses 10 April 2013]

http://www.leadership-park.com/new/more-about-u/tahap-tahap-perkembangan-tim.html [Diakses 10 April 2013]

Diposkan pada Tak Berkategori

Contoh Laporan Evaluasi Penyuluhan Pertanian Penanganan Penyakit Bloat pada Kambing

I. PENDAHULUAN  

A.Latar Belakang

Evaluasi pada dasarnya adalah mengukur dan menilai perubahan-perubahan tingkah laku yang terjadi. Dengan mengetahui hasil penilaian atau evaluasi, maka pihak yang dievaluasi misalnya kelompok dan anggotanya dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Kelompok dan anggota kelompok tersebut akan mengetahui bahwa model tingkah laku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap.

Dalam penyuluhan pertanian, evaluasi bertujuan untuk memperoleh informasi yang relevan tentang sejauh mana tujuan program penyuluhan pertanian di suatu wilayah dapat dicapai dan menafsirkan informasi atau data yang didapat sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan yang kemudian digunakan untuk mengambil keputusan dan pertimbangan – pertimbangan terhadap program penyuluhan yang dilakukan.

Usaha ternak kambing merupakan salah satu usaha yang cukup menjanjikan, disamping perawatannya cukup mudah, ternak kambing juga memiliki potensi sebagai komponen usaha tani yang penting diberbagai agro ekosistem. Ternak kambing memiliki kapasitas adaptasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan beberapa etnis ternak ruminansia lain, seperti sapi, kerbau dan domba.

Dengan karakter yang mampu bertahan pada kondisi marjinal, ternak ini sering menjadi pilihan utama diberbagai komunitas petani, sehingga berkembang sentra-sentra produksi kambing yang menyebar diberbagai agriekosistem. Namun demikian, pengelolaan ternak kambing dalam usaha tani sebagian besar masih dilakukan secara sambilan atau sebagai tabungan, walaupun secara finansial komoditas ini memiliki peran yang penting dalam perekonomian rumah tangga petani. Penyakit merupakan salah satu faktor penghambat yang sering menimpa peternak, banyaknya penyakit – penyakit yang berpotensi menimpa kambing diakibatkan manajemen pemeliharaan yang kurang baik, dapat menyebabkan penurunan bobot badan ternak bahkan sampai kematian.

Kembung perut (bloat) merupakan bentuk penyakit/kelainan alat pencernaan yang bersifat akut, yang disertai  penimbunan gas di dalam lambung akibat proses fermentasi berjalan cepat. Bloat pada umunya rentan terhadap ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba), namun tidak menular pada ternak maupun manusia. Kematian pada ternak kambing yang terserang bloat biasanya rentan terjadi karena ketidaktahuan dan salah penanganan oleh peternak.

Dengan mengetahui hal tersebut, penyuluhan pertanian tentang penanganan penyakit bloat pada kambing sangatlah penting karena merupakan salah satu cara untuk meningkatkan Pengetahuan, keterampilan dan sikap peternak dalam hal penanganan penyakit bloat pada kambing. Perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap dapat diketahui dengan cara melakukan evaluasi.

B.Tujuan Evaluasi

  1. Untuk mengetahui perubahan Perilaku, Sikap dan Keterampilan peternak tentang penanganan penyakit Bloat pada kambing.
  2. Mendekripsikan perubahan Perilaku, Sikap dan Keterampilan peternak tentang penyakit bloat pada kambing.
  3. Untuk menilai keefektifan penyuluhan yang telah dilaksanakan.

C.Manfaat Evaluasi

  1. Menentukan tingkat perubahan perilaku petani setelah penyuluhan tentang penanganan peyakit bloat.
  2. Perbaikan programa, sarana, prosedur, pengorganisasian petani, dan pelaksanaan penyuluhan tentang penanganan penyakit bloat.
  3. Penyempurnaan kebijaksanaan penyuluhan tentang penanganan penyakit bloat.

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Penyuluhan Pertanian

Menurut UU No. 16 Tahun 2006 dalam Mardikanto (2008), pengertian penyuluhan Pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Proses belajar bersama dalam penyuluhan, sebenarnya tidak hanya diartikan sebagai kegiatan belajar secara insidental untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi, tetapi yang lebih penting dari itu adalah penumbuhan dan pengembangan semangat belajar seumur hidup secara mandiri dan berkelanjutan.

B.Evaluasi Penyuluhan Pertanian

Evaluasi Penyuluhan Pertanian Adalah kegiatan untuk menilai efektifitas dan efisiensi suatu kegiatan dengan menggunakan indikator-indikator tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini dilakukan secara sistematik dan objektif serta terdiri dari evaluasi sebelum kegiatan dimulai, saat kegiatan berlangsung, dan sesudah kegiatan selesai. Evaluasi penyuluhan pertanian merupakan upaya penilaian terhadap suatu kegiatan, melalui pengumpulan dan penganalisisan informasi atau fakta-fakta secara sistematis mengenai perencanaan, pelaksanaan, hasil dan dampak kegiatan tersebut, untuk menilai hasil relevansi, evektivitas dan efisiensi pencapaian hasil kegiatan. (Deptan, 1995).

Penilaian atau evaluasi pada dasarnya adalah mengukur dan menilai perubahan-perubahan tingkah laku yang terjadi. Dengan mengetahui hasil penilaian atau evaluasi, maka pihak yang dievaluasi misalnya kelompok dan anggotanya dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Kelompok dan anggota kelompok tersebut akan mengetahui bahwa model tingkah laku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap.

Evaluasi kegiatan penyuluhan pertanian adalah upaya penilaian atas sesuatu kegiatan oleh evaluator, melalui pengumpulan dan penganalisaan informasi secara sistematik mengenai perencanaan, pelaksanaan, hasil dan dampak kegiatan untuk menilai relevansi, efektivitas, efisiensi pencapaian hasil kegiatan, atau untuk perencanaan dan pengembangan selanjutnya dari suatu kegiatan. Sedangkan menurut Padmowihardjo (1996)

Evaluasi penyuluhan pertanian adalah sebuah proses sistematis untuk memperoleh informasi yang relevan tentang sejauhmana program tujuan program penyuluhan pertanian disuatu wilayah dapat dicapai sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan, kemudian digunakan untuk mengambil keputusan dan pertimbangan-pertimbangan terhadap program penyuluhan yang dilakukan.

Evaluasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan seberapa jauh suatu hal itu berharga, bermutu dan bernilai. Jadi dalam evaluasi ada dua unsur utama yaitu menilai dan mengukur. Evaluasi penyuluhan pertanian adalah upaya penilaian terhadap suatu kegiatan, melalui pengumpulan dan penganalisisan informasi dan fakta-fakta secara sistematis mengenai perencanaan, pelaksanaan hasil dan dampak kegiatan tersebut, untuk menilai hasil relevansi, efektivitas dan efisiensi pencapaian hasil kegiatan.Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Pengolahan dan analisis data dilakukan oleh petugas penyuluh yang bertugas diwilayah BPP yang bersangkutan. Evaluasi adalah alat manajemen yang berorientasi pada tindakan dan proses. Informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis sehingga relevansi dan efek serta konsentrasinya ditentukan sesistematis dan seobjektif mungkin (Van den Ban dan Hawkins, 1999).

Menurut Hornby dan Parnwell (Mardikanto, 1993), kata evaluasi dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah dari penilaian, yaitu suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai sesuatu obyek, keadaan, peristiwa, atau kegiatan tertentu yang sedang diamati. Casley dan Kumar (1991) melihat pengertian evaluasi dalam perspektif manajemen, yakni evaluasi sebagai suatu penilaian berkala terhadap relevansi, prestasi, efisiensi, dan dampak proyek dalam konteks tujuan yang telah disepakati.

Menurut Mardikanto (1993), terdapat beberapa pokok pikiran yang terkandung dalam pengertian “Evaluasi” yang merupakan kegiatan terencana dan sistematis yang meliputi:

  1. Pengamatan untuk pengumpulan data dan fakta.
  2. Penggunaan pedoman yang telah ditetapkan.
  3. Pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.
  4. Pengambil keputusan atau penilaian.

Evaluasi biasa dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode ilmu-ilmu sosial, tetapi sebagian besar dilakukan oleh agen penyuluhan. Evaluasi sebagai pemberi informasi digunakan agen penyuluhan sebagai dasar pengambilan keputusan. Evaluasi dalam program penyuluhan merupakan umpan balik dalam proses komunikasi. Agen penyuluhan yang bekerja tanpa informasi evaluasi, tidak mengetahui apakah masih menempuh jalur yang benar.

Evaluasi harus dilakukan berdasarkan data atau fakta, bukan berdasarkan intuisi seseorang dan menggunakan pedoman-pedoman tertentu. Hasil evaluasi harus secara jelas memberikan gambaran tentang perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat sasaran, baik mengenai pengetahuan, sikap, dan keterampilannya.

Prinsip-prinsip evaluasi yang merupakan acuan dasar dalam melaksanakan evaluasi penyuluhan pertanian adalah sebagai berikut:

  1. Evaluasi harus berdasarkan fakta.
  2. Evaluasi penyuluhan merupakan bagian integral dari proses kegiatan atau program penyuluhan.
  3. Evaluasi hanya dapat dilakukan dalam hubungannya dengan tujuan dari program penyuluhan bersangkutan.
  4. Evaluasi penyuluhan pertanian harus menggunakan alat ukur yang berbeda, untuk mengukur tujuan evaluasi yang berbeda pula.
  5. Evaluasi penyuluhan pertanian perlu dilakukan terhadap hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif.
  6. Evaluasi penyuluhan pertanian harus dilakukan terhadap metode penyuluhan yang digunakan.
  7. Evaluasi perlu di pertimbangkan dengan teliti.
  8. Evaluasi harus dijiwai dengan prinsip mencari kebenaran.

C.Karakteristik proses evaluasi:

  1. Evaluasi merupakan proses terstruktur
  2. Evaluasi didasarkan pada indikator yang dapat diamati
  3. Evaluasi menganalisis hal-hal rumit menjadi sederhana
  4. Evaluasi menghasilkan informasi yang tidak memihak dan disetujui semua orang dankeputusan yang andal masuk akal.
  5. Evaluasi mengeliminir pengaruh pribadi evaluator`

Tujuan dan manfaat evaluasi adalah dua konsepsi yang berbeda yang dapat mengundang perdebatan tentang pengertiannya ditinjau dari segi bahasa (language),istilah teknis (technical or scientificconcept), dan tingkat analisis (levelof analysis).

Dalam tulisan ini tujuan evaluasi dibagi menjadi tiga tujuan (Cerbea and Tepping, 1977; FAO, 1984, dalam Werimon A., 1992), disamping itu tujuan dan manfaat bersifat implisit. Berikut dijelaskan beberapa aspek atau cakupan tujuan evaluasi :

  1. Tujuan Kegiatan (activity objective)
  1. Mengumpulkan data yang penting untuk perencanaan program (keadaan umum daerah, sosial, teknis,ekonomis, budaya, masalah, kebutuhan dan minat, sumber daya, faktor-faktor pendukung).
  2. Mengetahui sasaran/tujuan program/kegiatan telah tercapai.
  3. Mengetahui perubahan-perubahan yang telah terjadi sebagai akibat intervensi program/kegiatan penyuluhan.
  4. Mengetahui strategi yang paling efektif untuk pencapaian tujuan program.
  5. Mengidentifikasi “strongdan weak points” dalam perencanaan dan pelaksanaan program.
  6. Mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan.

 

  1. Tujuan Managerial (managerial objective)
  1. Memberikan data /informasi sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan.
  2. Memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan program
  3. Berkomunikasi dengan masyarakat dan penyandang dana/stake holder.
  4. Menimbulkan rasa persatuan dan motivasi untuk bekerja lebih baik.
  5. Tujuan Program (Program objective)

Menilai efisiensi, efektifitas, dan manfaat dari program selain untuk memenuhi beberapa tujuan tersebut di atas, alasan lain mengapa perlu dilakukan evaluasi adalah karena mungkin:

  1. Telah terjadi perubahan dalam sifat dari masalah
  2. Telah terjadi perubahan struktur dan program dari lembaga-lembaga terkait
  3. Telah terjadi perubahan kebutuhan, aspirasi, dan harapan dari masyarakat.

Manfaat melakukan evaluasi adalah:

  1. Menentukan tingkat perubahan perilaku petani setelah penyuluhan dilaksanakan;
  2. Perbaikan program, sarana, prosedur,pengorganisasian petani dan pelaksanaan penyuluhan pertanian;
  3. Penyempurnaan kebijakan penyuluhan pertanian.

Langkah-langkah evaluasi penyuluhan pertanian yaitu menetapkan obyek, menetapkan data atau informasi yang akan dikumpulkan,cara pengumpulannya, alat/instrumen yang digunakan, cara mengolah data/informasi serta melaporkan hasil-hasilnya.

Langkah-langkah evaluasi yang dilakukan sebagai berikut:

  1. Memahami tujuan-tujuan penyuluhan yang akan dievaluasi. Unsur-unsurnya dalam tujuan penyuluhan antara lain:
  2. Sasaran (S)
  3. Perubahan perilaku yang dikehendaki (P)
  4. Materi (M)
  5. Kondisi/situasi (K)
  6. Menetapkan indikator-indikator untuk mengukur kemajuan-kamajuan yang dicapai. Indikator-indikatornya meliputi:
  7. Indicator perubahan kognitif

1)   Penguasaan pengetahuan (knowledge)

2)   Penguasaan pengertian (comprehension)

3)   Kemampuan menerapkan (application)

4)   Kemampuan analisis (analisis)

5)   Kemampuan sintesis (synthesis)

  1. Indikator perubahan kemampuan afektif

1)   Menyadari atau mau memilih

2)   Tanggap atau mau

3)   Yakin atau mau mengikuti

4)   Menghayati atau selalu menerapkan

5)   Menghayati atau selalu menerapkan.

  1. Indikator perubahan psikomotor

1)   Kecepatan

2)   Kekuatan

3)   Ketahanan

4)   Kecermatan

5)   Ketepatan

6)   Ketelitian

7)   Kerapihan

8)   Keseimbangan

Menarik sampel (sampling) dan melakukan pengumpulan data merupakan langkah penting,hindari sampling error, usahakan sample yang representative (mewakili). Ada beberapa macam cara menarik sampel, tergantung tujuan dan keadaan populasinya, tetapi yang perlu diperhatikan sample hendaknya benar-benar menggambarkan /mewakili populasi yang dievaluasi. Sampel dalam evaluasi penyuluhan pertanian mengacu pada keterwakilan dari petani/kelompoktani yang merupakan sasaran penyuluhan. Tidak dapat dipastikan berapa jumlah sampelnya secara tepat, tetapi prinsipnya sampel tersebut mewakili populasi (reprensentatif) petani/kelompok tani yang menerima penyuluhan

  1. Melakukan analisis dan interpretasi data

Proses ini merupakan langkah akhir yang menentukan :

  1. Lakukan cleaning data dengan cara editing di lapangan,hapuskan data yang “nyleneh” (out lier)
  2. Lakukan coding, pemberian kode untuk memudahkan pada saat memasukan data
  3. Lakukan tabulasi (tally,sheet, tabulasi sheet).
  4. Analisis/interpretasi data dapat dilakukan dengan cara :
  5. Presentase
  6. Deskriptif (mean, modus, median, rerata, Standart Deviasi)
  7. Statistik inferensial

Analisa data ini tergantung tujuan evaluasi dan kesimpulan yang akan diambil serta pertimbangan-pertimbangan yang akan dihasilkan. Dalam melakukan pengolahan data dapat memanfaatkan alat komputasi seperti program excel, Program SPSS, atau dihitung secara manual dengan kalkulator. Pada prinsipnya, penulisan laporan evaluasi tidak berbeda dengan penulisan laporan penelitian pada umumnya, baikdalam sistimatika, pokok-pokok isi laporan yang disampaikan, hanya bahasa sertatata tulis yang digunakan lebih populer, mudah dipahami karena para pembaca laporan evaluasi lebih bervariasi dalam hal tingkat pendidikan dan pengalaman.

D. Bloat

  1. Pengertian

Bloat atau tympani merupakan penyakit alat pencernaan yang disertai penimbunan gas dalam lambung akibat proses fermentasi berjalan cepat. Penyakit ni sering terjadi pada ternak sapi, kerbau, kambing dan domba). Pembesaran rumenoretikulum oleh gas yang terbentuk, bisa dalam bentuk busa persisten yang bercampur isi rumen (kembung primer) dan gas bebas yang terpisah dari ingesta (kembung sekunder).

Bloat atau kembung perut yang diderita sapi, dapat menyebabkan kematian karena struktur organ sapi yang unik. Dimana pada sapi, jantungnya terletak disebelah kanan perut, bukan dibagian dada seperti halnya manusia. Hal tersebut akhirnya menyebabkan jantung sapi terhimpit oleh angin dan asam lambung saat menderita kembung. Karena kembung yang terjadi, mendesak dan mengakibatkan perut sapi membesar kesamping. Kematian pada sapi yang menderita kembung perut, biasanya rentan terjadi karena ketidaktahuan dan salah penanganan oleh peternak. Saat sapi mengalami kelumpuhan dengan perut yang kembung, banyak peternak yang memposisikan sapi mereka telentang. Hal itu menyebabkan, jantung sapi terhimpit dengan lebih cepat. Namun penyakit kembung perut tidak membahayakan atau menular kepada binatang lain atau manusia, daging sapi yang terserang penyakit inipun masih aman untuk dikonsumsi.

Kembung merupakan akibat mengkonsumsi pakan yang mudah menimbulkan gas di dalam rumen. Kondisi rumen yang terlalu penuh dan padat yang berujung menurunkan gerakan rumen dan menurunkan derajat keasaman dari rumen. Pakan hijauan yang masih muda dapat memicu timbulnya bloat, selain itu tanaman kacang-kacangan juga memicu timbulnya kembung (Sitepoe, 2008).

  1. Faktor Penyebab Bloat/ Kembung Perut
  2. Penyebab primer, akibat fermentasi makanan yang berlebihan dan hewan tidak mampu mengeluarkan gas, terjadi akumulasi gelembung gas
  3. Penyebab sekunder berupa gangguan fisikal pada daerah esophagus oleh benda asing, stenosis atau tekanan dari perluasan jalan keluar esophagus.
  4. Faktor individu
  • Ternak dalam keadaan bunting atau dalam kondisi kurang baik cenderung mudah mengalami kembung
  • Susunan dan derajat keasaman (Ph) air liur
  1. Faktor pakan:
  • Pemberian leguminosa, Centrocema dan alfafa secara berlebihan. Pemberian rumput terlalu muda yang banyak mengandung air dan berprotein tinggi secara berlebihan atau karena tidak dilayukan.
  • Pemberiaan makanan konsentrat yang terlalu banyak
  • Adanya sumbatan pada kerongkongan
  • Merumput pada lahan yang baru dipupuk, memakan racun dan ubi atau tanaman sejenis yang dapat menahan keluarnya gas dari perut.
  • Terlalu banyak mengkonsumsi rumput basah atau berembun.
  • Pergantian jenis makanan tertentu yang memyebabkan produksi gas berlebihan
  1. Gejala Klinis
  2. Ternak nampak resah dan berusaha menghentakkan kaki atau mengais-ais perutnya
  3. Sisi perut sebelah kiri nampak membesar dan kencang.
  4. Apabila bagian perut ditepuk/dipukul dengan jari akan terdengar suara mirip suara drum
  5. Ternak mengalami kesulitan bernapas atau sering bernpas melalui mulut.
  6. Nafsu makannya menurun drastis, bahkan tidak mau makan sama sekali.
  7. Mata merah, namun segera berubah menjadi kebiruan yang menandakan adanya kekurangan oksigen dan mendekati kematian
  8. Pulsus nadi meningkat, terdengar eruktasi

Pencegahan

  1. Tidak membiarkan ternak dalam kondisi terlalu lapar
  2. Memberikan tempat bagi ternak untuk leluasa melakukan gerakan seperti berjalan-jalan, Sebelum diberikan hijauan segar diberikan terlebih dahulu jerami kering atau rumput kering
  3. Menghindari pemberian hijauan terutama legum maksimal 50%.
  4. Apabila ternak di gembalakan usahakan setelah tidak ada embun

Pengobatan

  1. Pertolongan pertama dengan menempatkan kaki ternak pada tempat yang lebih tinggi, mulut dibuka dan sepotong kayu dimasukkan melintang pada kedua ujungnya dikaitkan tali yang dililitkan disamping kepala sampai ke belakang tanduknya agar tidak lepas dan gas dapat segera keluar.
  2. Ternak diberi minyak goreng 100-200 ml atau lebih, minyak kayu putih atau minyak atsiri lainnya diberikan melalui mulut maupun dicampur air hangat.
  3. Memberikan obat-obatan seperti Anti Bloat (bahan aktif: Dimethicone), dosis sapi/ kerbau: 100 ml obat diencerkan dengan 500 ml air, sedang untuk kambing/ domba: 25 ml obat diencerkan dengan 250 ml air, kemudian diminumkan. Wonder Athympanicum, dosis: sapi/ kerbau: 20 – 50 gram, sedang untuk kambing/ domba: 5 – 20 gram, dicampur air secukupnya, kemudian diminumkan.
  4. Apabila keadaan ternak sudah parah maka upaya pengeluaran gas dengan cara menusuk perut ternak sebelah kiri dengan trocoar dan cannula.

III. METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan kegiatan evaluasi penyuluhan pertanian dilaksanakan selama satu bulan yaitu tanggal 13 Mei sampai 12 Juni 2016, bertempat di Desa Lampuara, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan.

B. Penentuan Responden

Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan dievaluasi. Dalam kegiatan evaluasi penyuluhan pertanian sampel yang akan dievaluasi adalah seluruh anggota kelompok tani yang pernah mendapatkan materi penyuluhan pertanian tentang pengendalian penyakit bloat pada kambing yaitu sebanyak 2 kelompok tani dengan jumlah anggota sebanyak 52 orang.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan yaitu data Kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang dapat diinput ke dalam skala pengukuran statistik. Fakta dan fenomena dalam data ini tidak dinyatakan dalam bahasa alami, melainkan dalam numerik.

Adapun sumber data yaitu data primer di mana evaluator secara langsung memperoleh data dari responden dengan cara pemberian kuesioner (lampiran 1,2 dan 3).

D. Analisis Evaluasi

Analisis adalah cara mengolah data sehingga menjadi informasi yang mudah dibaca dan dimengerti dan dapat bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang akan di evaluasi.

Prosedur Analisis evaluasi:

  1. Tahap mengumpulkan data, dilakukan melalui instrumen pengumpulan data.
  2. Tahap editing, yaitu memeriksa kejelasan dan kelengkapan pengisian instrumen pengumpulan data.
  3. Tahap koding, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi dari setiap pertanyaan yang terdapat dalam instrumen pengumpulan data menurut variabel-variabel yang diteliti.
  4. Tahap tabulasi data, yaitu mencatat atau entri data ke dalam tabel induk penelitian.
  5. Tahap pengujian kualitas data, yaitu menguji validitas dan realiabilitas instrumen pengumpulan data.
  6. Tahap keputusan, yaitu tahap terakhir dengan melihat hasil dari tabel / diagram yang nantinya akan dijadikan sebagai kesimpulan evaluasi.

 

Metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan adalah dengan menggunakan Rating Scale atau skala nilai kemudian diolah dan ditabulasi dengan menggunakan garis Continuum.

Adapun rumus yang digunakan adalah :

Tingkat pengetahuan = jumlah jawaban yang diperoleh x 100%

Nilai tertinggi yang dicapai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Wilayah

  1. Gambaran Umum Desa

Secara Historis Desa Lampuara dibentuk menjadi Desa persiapan tahun 1989 dari pemekaran Desa Bakti. Desa Lampuara definitive tahun 1993, terdiri atas empat dusun yaitu ; dusun Ujung, dusun Leppangang, dusun Lampuara dan dusun Tanete. Nama Desa Lampuara berasal dari kata “lampu” dan “ara”. Lampu berasal dari lampu Mercusuar dan kata ara berarti muara sungai.

  1. Kondisi Geografis Desa

Desa Lampuara adalah salah satu Desa yang terletak di wilayah kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu. Jarak tempuh wilayah Desa Lampuara dari ibukota Kabupaten Luwu 20 km. desa Lampuara memiliki wilayah darat 1726 km2, dan wilayah laut 4250 km2 dengan potensi lahan yang sangat produktif diantaranya perkebunan, persawahan dan perikanan.

Desa Lampuara disebelah Utara berbatasan dengan desa Olang dan Desa Bassiang Timur, disebalah Timur berbatasan dengan Teluk Bone sedangkan disebalh Barat berbatasan dengan Desa Bakti dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jenne Maeja dan Desa To’balo.

  1. Administrasi Desa

Pusat pemerintahan Desa Lampuara terletak di Dusun Leppangang dan untuk menuju kantor Desa dapat dijangkau dengan kendaraan umum atau jalan kaki karena berada di jalan poros Desa yang telah diaspal, berhubungan langsung dengan pusat ibukota kecamatan ponrang selatan.

Secara administratif Desa Lampuara terbagi atas empat Dusun yaitu dusun Ujung membawahi satu RW dan satu RT, dusun Leppangang membawahi satu RW dan dua RT, dusun Lampuara membawahi satu RW dan satu RT, dusun Tanete membawahi satu RW dan satu RT.

  1. Data Kependudukan

Jumlah Penduduk berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin.

No Desa Jumlah penduduk
0-14 Thn 15-29 Thn 30-44 Thn 45-59 Thn >60 Thn Jumlah
L P L P L P L P L P L P
1. Lampuara 138 173 347 364 352 371 563 557 88 159 1.488 1.624
Total 311 711 723 1120 247 3.112

Sumber : Kantor BP3K Tahun 2015

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui jumlah penduduk di Desa Lampuara yang masuk dalam kategori produktif yaitu umur 15 s/d 59 Tahun sebesar 2.554 jiwa dari total jumlah penduduk sebanyak 3.112 jiwa.

Persentase jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah         (Jiwa) Persentase
1. Petani 613 19,7
2. PNS 24 1
3. Polri 5 0,2
4. Dagang 11 0,4
5. Buruh 25 0,8
6. TNI 3 0,2
7. Dll 500 16,1
8. Belum Bekerja 1.931 62
Jumlah 3.112 100 %

Sumber : Kantor BP3K Tahun 2015

Berdasarkan Tabel tersebut dapat diketahui bahwa jenis pekerjaan pokok yang paling banyak di Desa Lampuara adalah petani dengan persentase 19,7% dibanding pekerjaan lainnya.

Persentase jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah         (Jiwa) Persentase
1. SD 1000 32,1
2. SMP 300 9,6
3. SMA 550 17,7
4. DI/DIII/DIV 50 1,6
5. S1/S2/S3 32 1,0
6. Tidak Berpendidikan Formal 130 4,2
7. Belum Bersekolah 1.050 33,8
Jumlah 3.112 100 %

Sumber : Kantor BP3K Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa 32,1% penduduk berada pada tingkat pendidikan yang rendah yaitu tamat SD, sedangkan untuk lulusan dari perguruan tinggi hanya 2,6% dari total penduduk 3.112 jiwa.

B. Identitas Responden

  1. Berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 6. Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. SD 15 29
2. SMP 25 48
3. SMA 10 19
4. DI/DIII/DIV 2 4
Jumlah 52 100

Sumber : Data primer setelah diolah. 2016

Berdasarkan Tabel tersebut, dapat diketahui bahwa 49% responden berada pada tingkat pendidikan yang rendah yaitu tamat SMP, sedangkan untuk lulusan dari perguruan tinggi hanya 4% dari total responden 52 orang.

  1. Berdasarkan Umur

Tabel 7. Jumlah responden berdasarkan umur.

No Umur (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. 10 – 20    2 4
2. 21 – 30    5 10
3. 31 – 40 15 29
4. 41 – 50 25 47
5. > 50    5 10
Jumlah 52 100

Sumber : Data primer setelah diolah. 2016

 

Dari Tabel tersebut, dapat diketahui bahwa 47% responden berumur 41 – 50 tahun sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi bagi responden.

  1. Berdasarkan jumlah kambing yang dimiliki

Tabel 8. Jumlah responden jumlah kambing yang dimiliki.

No Kambing (ekor) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. 1 – 3 17 33
2. 2 – 5 30 57
3. 5 – 7 3 6
4. > 7 2 4
Jumlah 52 100

Sumber : Data primer setelah diolah. 2016

Dari Tabel tersebut, dapat diketahui bahwa 57% responden berumur memiliki ternak kambing berjumlah 2 – 5 ekor, sedangkan 4 % responden memiliki ternak kambing di atas 7 ekor dari jumlah responden 52 orang.

C. Analisis Evaluasi Penyuluhan Pertanian

Evaluasi dilakukan untuk mrngukur pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak tentang penanganan penyakit bloat pada kambing. Evaluasi yang dilakukan terdiri dari evaluasi awal dan evaluasi akhir. Materi penyuluhan dilakukan dengan menggunakan raling scale kemudian ditabulasi dan diolah dengan menggunakan garis continuum.

  1. Hasil Evaluasi awal
  1. Tingkat pengetahuan.

Dari responden yang berjumlah 52 orang dengan jumlah pertanyaan untuk tingkat pengetahuan berjumlah 10 pertanyaan dengan 4 (empat) kriteria. Adapun tabel tabulasi hasil evaluasi awal dan pembahasan hasil evaluasi serta rekapitulasi skala nilai jawaban responden dengan skala nilai (rating scale) untuk tingkat pengetahuan terdapat pada lampiran 4 dan tabel 9.

Tabel 9. Pembahasan Hasil Evaluasi Awal Tingkat Pengetahuan

No Pertanyaan/ pernyataan Tingkat pemahaman
SM M KM TM
1 Ciri – ciri Bloat 0 2 30 20
2 Bahaya Bloat 0 3 30 19
3 Penyebab Bloat 0 15 15 22
4 Pencegahan Bloat 0 5 30 17
5 Perbedaan bloat dan bunting 0 3 20 29
6 Hewan yang Terkena Bloat 0 10 10 32
7 Pengobatan Bloat 0 5 12 35
8 Metode minuman bersoda 0 5 10 37
9 Metode Trikorisasi 0 2 10 40
10 Metode Batang Daun Pepaya 0 0 10 42
Jumlah 0 50 177 293
Rata – rata 0 5 17.7 29.3

Sumber. Data Primer, diolah Tahun 2017

Berdasarkan jawaban responden pada tabel diatas, maka diperoleh pemahaman sebagai berikut :

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang ciri – ciri Bloat dapat dikatakan baru mencapai 41,35% yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 20 orang (38,46%), kurang mengetahui (KM) 30 orang (59,61%) mengetahui (M) berjumlah 2 orang (3,85%) sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) tidak ada.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang bahaya penyakit bloat baru mencapai 42 %, yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 19 orang (36,54%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 30 orang (57,69%), mengetahui (M), berjumlah 3 orang (5,77%), sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) tidak ada.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang penyebab penyakit bloat baru mencapai 47,06% yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 19 orang (36,54%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 30 orang (57,69%), mengetahui (M), berjumlah 3 orang (5,77%), sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) tidak ada.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang pencegahan penyakit bloat baru mencapai 44,23% yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 30 orang (57,69%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 17 orang (32,69%), mengetahui (M), berjumlah 5 orang (9,62%), sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) tidak ada.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang Perbedaan bloat dan bunting baru mencapai 37,50%, yaitu respoden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 29 orang (55,77%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 20 orang (38,46%) dan mengetahui (M) berjumlah 3 orang (5,76%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) tidak ada.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang hewan apa saja yang terkena bloat baru mencapai 39,42%, yaitu respoden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 32 orang (61,53%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 10 orang (19,23%) dan mengetahui (M) berjumlah 10 orang (19,23%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) tidak ada.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang pengobatan penyakit bloat baru mencapai 36,22 %, yaitu respoden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 35 orang (67,31%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 12 orang (23,08%) dan mengetahui (M) berjumlah 5 orang (9,61%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) tidak ada.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang metode pengobatan menggunakan minuman bersoda baru mencapai 34,62%, yaitu respoden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 37 orang (71,15%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 10 orang (19,23%) dan mengetahui (M) berjumlah 5 orang (9,61%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) tidak ada.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden metode trikorisasi baru mencapai 31,73%, yaitu respoden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 40 orang (76,92%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 10 orang (19,23%) dan mengetahui (M) berjumlah 2 orang (3,85%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) tidak ada.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang Perbedaan bloat dan bunting baru mencapai 30,00%, yaitu respoden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 42 orang (80,77%), dan kurang mengetahui (KM) berjumlah 10 orang (19,23%). Sedangkan responden yang mengetahui (M) dan sangat mengetahui (SM) tidak ada.

Hasil evaluasi awal tingkat pengetahuan yang dilakukan dari 52 responden, diperoleh skor 789, maka dapat dinilai sebagai berikut.

Skor yang diperoleh                             : 789

Sko tertinggi yang diperoleh              : 52 x 10 x 4 = 2.080

Skor terendah yang diperoleh                       : 52 x 10 x 1 = 520

Dengan demikian pengetahuan responden tentang penanganan penyakit bloat pada k ambing sebelum penyuluhan adalah :

2.080
0
520
1.040
1.560
SM
0
TM
KM
M
789
100%
25%
50%
75%
(37, 93%)

Jika digambarkan dengan garis continuum adalah sebagai berikut :

 

 

 

 

Gambar 1. Garis continuum tingkat pengetahuan pada evaluasi awal

Ket :    TM = Tidak Mengetahui

KM = Kurang Mengetahui

M = Mengetahui

SM = Sangat Mengetahui

Garis continuum di atas menunjukkan bahwa sebelum penyuluhan dilakukan, pengetahuan peternak tentang penangana penyakit bloat pada kambing berada pada skor 789 atau persentase 37,93% yang berarti masih berada pada kriteria “kurang mengetahui”

 

  1. Tingkat sikap

Dari responden yang berjumlah 52 orang dengan jumlah pertanyaan untuk tingkat pengetahuan berjumlah 10 pertanyaan dengan 4 (empat) kriteria. Adapun tabel tabulasi hasil evaluasi awal dan pembahasan hasil evaluasi serta rekapitulasi skala nilai jawaban responden dengan skala nilai (rating scale) untuk tingkat pengetahuan terdapat pada lampiran 5 dan tabel 10.

 

Tabel 10. Pembahasan Hasil Evaluasi Awal Tingkat Sikap

No Pertanyaan/ pernyataan Tingkat pemahaman
SS S KS TS
1 Ciri – ciri Bloat 0 7 32 13
2 Bahaya Bloat 0 4 31 17
3 Penyebab Bloat 0 10 22 20
4 Pencegahan Bloat 0 6 31 15
5 bloat dan bunting 0 4 21 27
6 Hewan yang Terkena Bloat 0 9 13 30
7 Pengobatan Bloat 0 6 15 33
8 Metode minuman bersoda 0 4 13 35
9 Metode Trikorisasi 0 3 11 38
10 Metode Batang Daun Pepaya 0 1 11 40
  Jumlah 0 54 200 268
  Rata – rata 0 5.4 20 26.8

Sumber. Data Primer, diolah Tahun 2017

Berdasarkan jawaban responden pada tabel diatas, maka diperoleh pemahaman sebagai berikut :

  • Secara umum sikap peternak responden tentang ciri – ciri Bloat dapat dikatakan baru mencapai 47,12% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 13 orang (25%), kurang setuju (KS) 32 orang (61,54%) setuju (S) berjumlah 7 orang (13,46%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) tidak ada.

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang bahaya Bloat dapat dikatakan baru mencapai 43,50% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 17 orang (32,69%), kurang setuju (KS) berjumlah 31 orang (59,62%) setuju (S) berjumlah 4 orang (7,69%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) tidak ada.

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang penyebab Bloat dapat dikatakan baru mencapai 43,50% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 17 orang (32,69%), kurang setuju (KS) berjumlah 31 orang (59,62%) setuju (S) berjumlah 4 orang (7,69%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) tidak ada.

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang pencegahan Bloat dapat dikatakan baru mencapai 45,67% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 15 orang (28,85%), kurang setuju (KS) berjumlah 31 orang (59,62%) setuju (S) berjumlah 6 orang (11,54%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) tidak ada.

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang perbedaan bloat dan bunting dapat dikatakan baru mencapai 38,94% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 27 orang (51,92%), kurang setuju (KS) berjumlah 21 orang (40,38%) setuju (S) berjumlah 4 orang (7,69%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) tidak ada.

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang hewan yang terkena bloat Bloat dapat dikatakan baru mencapai 40,87% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 30 orang (57,69%), kurang setuju (KS) berjumlah 13 orang (25%) setuju (S) berjumlah 9 orang (7,69%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) tidak ada.

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang Pengobatan Bloat dapat dikatakan baru mencapai 37,76% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 33 orang (63,46%), kurang setuju (KS) berjumlah 15 orang (28,85%) setuju (S) berjumlah 6 orang (11,54%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) tidak ada.

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang metode minuman bersoda dapat dikatakan baru mencapai 35,10% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 35 orang (83,33%), kurang setuju (KS) berjumlah 13 orang (25%) setuju (S) berjumlah 4 orang (7,69%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) tidak ada.

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang metode trikorisasi dapat dikatakan baru mencapai 33,17% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 38 orang (73,08%), kurang setuju (KS) berjumlah 11 orang (21,15%) setuju (S) berjumlah 3 orang (5,77%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) tidak ada.

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang metode batang daun pepaya dapat dikatakan baru mencapai 31,25% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 40 orang (76,92%), kurang setuju (KS) berjumlah 11 orang (21,15%) setuju (S) berjumlah 1 orang (1,92%) sedangkan responden yang sangat setuju (ST) tidak ada.

Hasil evaluasi awal tingkat sikap yang dilakukan dari 52 responden, diperoleh skor 820 maka dapat dinilai sebagai berikut.

Skor yang diperoleh                             : 820

Sko tertinggi yang diperoleh              : 52 x 10 x 4 = 2.080

Skor terendah yang diperoleh                       : 52 x 10 x 1 = 520

Dengan demikian sikap responden tentang penanganan penyakit bloat pada kambing sebelum penyuluhan adalah :

2.080
0
520
1.040
1.560
SS
0
TS
KS
S
820
100%
25%
50%
75%
(39,42%)

Jika digambarkan dengan garis continuum adalah sebagai berikut :

 

 

 

 

 

Gambar 2. Garis continuum tingkat sikap pada evaluasi awal

Ket :    TS = Tidak Setuju

KS = Kurang Setuju

S  = Setuju

SS = Sangat Setuju

 

Garis continuum di atas menunjukkan bahwa sebelum penyuluhan dilakukan, sikap peternak tentang penanganan penyakit bloat pada kambing berada pada skor 820 atau persentase 39,42% yang berarti masih berada pada kriteria “kurang setuju”

 

  1. Tingkat keterampilan

Dari responden yang berjumlah 52 orang dengan jumlah pertanyaan untuk tingkat pengetahuan berjumlah 10 pertanyaan dengan 4 (empat) kriteria. Adapun tabel tabulasi hasil evaluasi awal dan pembahasan hasil evaluasi serta rekapitulasi skala nilai jawaban responden dengan skala nilai (rating scale) untuk tingkat pengetahuan terdapat pada lampiran 6 dan tabel 11.

Tabel 11. Pembahasan Hasil Evaluasi Awal Tingkat Keterampilan

No Pertanyaan/ pernyataan Tingkat Pemahaman
ST T KT TT
1 Kondisi bloat 0 7 30 15
2 Bahaya bloat 0 4 29 19
3 Penyebab bloat 0 10 20 22
4 Pencegahan bloat 0 6 29 17
5 Bloat dan bunting 0 4 19 29
6 Hewan yang terkena bloat 0 9 11 32
7 Pengobatan bloat 0 6 13 35
8 Metode minuman bersoda 0 4 11 37
9 Metode trikorisasi 0 3 9 40
10 Metode batang daun pepaya 0 1 9 42
  Jumlah 0 54 180 288
  Rata – rata 0 5.4 18 28.8

Sumber. Data Primer, diolah Tahun 2017

Berdasarkan jawaban responden pada tabel diatas, maka diperoleh pemahaman sebagai berikut :

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang ciri – ciri Bloat dapat dikatakan baru mencapai 46,15% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 15 orang (28,85%), kurang terampil (KT) 30 orang (57,69%) terampil (T) berjumlah 7 orang (13,46%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang bahaya Bloat dapat dikatakan baru mencapai 42,50% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 19 orang (36,54%), kurang terampil (KT) 29 orang (55,77%) terampil (T) berjumlah 4 orang (7,69%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang penyebab Bloat dapat dikatakan baru mencapai 44,61% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 22 orang (42,31%), kurang terampil (KT) 20 orang (38,46%) terampil (T) berjumlah 10 orang (19,23%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang pencegahan Bloat dapat dikatakan baru mencapai 44,61% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 17 orang (32,69%), kurang terampil (KT) 29 orang (55,77%) terampil (T) berjumlah 6 orang (11,54%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang perbedaan bloat dan bunting dapat dikatakan baru mencapai 37,98% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 29 orang (55,77%), kurang terampil (KT) 19 orang (36,54%) terampil (T) berjumlah 4 orang (7,69%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang hewan yang terkena Bloat dapat dikatakan baru mencapai 39,90% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 32 orang (61,54%), kurang terampil (KT) 11 orang (21,15%) terampil (T) berjumlah 9 orang (17,31%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang pengobatan Bloat dapat dikatakan baru mencapai 36,73% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 35 orang (67,31%), kurang terampil (KT) 13 orang (25%) terampil (T) berjumlah 6 orang (11,54%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang metode minuman bersoda dapat dikatakan baru mencapai 35,10% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 37 orang (71,15%), kurang terampil (KT) 11 orang (21,15%) terampil (T) berjumlah 4 orang (7,69%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang metode trikorisasi dapat dikatakan baru mencapai 32,21% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 40 orang (76,92%), kurang terampil (KT) 9 orang (17,31%) terampil (T) berjumlah 3 orang (5,77%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang metode batang daun pepaya dapat dikatakan baru mencapai 30,29% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 42 orang (80,77%), kurang terampil (KT) 9 orang (17,31%) terampil (T) berjumlah 1 orang (1,92%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) tidak ada.

Hasil evaluasi awal tingkat keterampilan yang dilakukan dari 52 responden, diperoleh skor 802 maka dapat dinilai sebagai berikut.

Skor yang diperoleh                             : 802

Sko tertinggi yang diperoleh              : 52 x 10 x 4 = 2.080

Skor terendah yang diperoleh                       : 52 x 10 x 1 = 520

Dengan demikian keterampilan responden tentang penanganan penyakit bloat pada kambing sebelum penyuluhan adalah :

Jika digambarkan dengan garis continuum adalah sebagai berikut :

2.080
0
520
1.040
1.560
ST
TT
KT
T
802
100%
25%
50%
75%
(38,56%)

 

 

 

 

 

Gambar 3. Garis continuum tingkat keterampilan pada evaluasi awal

Ket :         TT = Tidak Terampil

KT = Kurang Terampil

T  = Terampil

ST = Sangat Terampil

Garis continuum di atas menunjukkan bahwa sebelum penyuluhan dilakukan, keterampilan peternak tentang penangana penyakit bloat pada kambing berada pada skor 802 atau persentase 38,56% yang berarti masih berada pada kriteria “kurang terampil”

 

  1. Hasil Evaluasi Akhir
  1. Tingkat pengetahuan.

Dari responden yang berjumlah 52 orang dengan jumlah pertanyaan untuk tingkat pengetahuan berjumlah 10 pertanyaan dengan 4 (empat) kriteria. Adapun tabel tabulasi hasil evaluasi akhir dan pembahasan hasil evaluasi serta rekapitulasi skala nilai jawaban responden dengan skala nilai (rating scale) untuk tingkat pengetahuan terdapat pada lampiran 7 dan tabel 12.

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 12. Pembahasan Hasil Evaluasi Akhir Tingkat Pengetahuan

No Pertanyaan/ pernyataan Tingkat pemahaman
SM M KM TM
1 Pengertian bloat 20 15 10 7
2 Bahaya bloat 25 20 5 2
3 Penyebab bloat 25 20 5 2
4 Pencegahan bloat 15 25 10 2
5 Bloat dan bunting 30 20 2 0
6 Hewan yang terkena bloat 45 5 2 0
7 Pengobatan bloat 20 30 2 0
8 Metode minuman bersoda 30 15 5 2
9 Metode trikorisasi 15 20 15 2
10 Metode batang daun pepaya 30 20 2 0
  Jumlah 255 190 58 17
  Rata – rata 25.5 19 5.8 1.7

Sumber. Data Primer, diolah Tahun 2017

Berdasarkan jawaban responden pada tabel diatas, maka diperoleh pemahaman sebagai berikut :

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang ciri – ciri Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 74,52% yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 7 orang (13,46%), kurang mengetahui (KM) 10 orang (19,23%) mengetahui (M) berjumlah 15 orang (28,84%) dan responden yang sangat mengetahui (SM) berjumlah 20 orang (38,46%).

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang bahaya penyakit bloat sudah mencapai 82,69 %, yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 5 orang (9,61%), mengetahui (M), berjumlah 20 orang (38,46%), dan responden yang sangat mengetahui (SM) sebanyak 25 orang (48,08%).

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang penyebab penyakit bloat sudah mencapai 82,69% yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 5 orang (9,61%), mengetahui (M), berjumlah 20 orang (38,46%), sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) sebanyak 25 orang (48,08%).

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang pencegahan penyakit bloat sudah mencapai 75,48% yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 10 orang (19,23%), mengetahui (M), berjumlah 25 orang (48,08%), sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) berjumlah 15 orang (28,85%).

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang Perbedaan bloat dan bunting sudah mencapai 88,46%, yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) tidak ada, kurang mengetahui (KM) berjumlah 2 orang (3,84%) dan mengetahui (M) berjumlah 20 orang (38,46%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) berjumlah 30 orang (57,69%).

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang hewan apa saja yang terkena bloat sudah mencapai 95,67%, yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) tidak ada, kurang mengetahui (KM) berjumlah 2 orang (3,84%) dan mengetahui (M) berjumlah 5 orang (9,61%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) berjumlah 45 orang (86,53%).

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang pengobatan penyakit bloat sudah mencapai 83,82 %, yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) tidak ada, kurang mengetahui (KM) berjumlah 2 orang (3,84%) dan mengetahui (M) berjumlah 30 orang (57,69%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) berjumlah 20 orang (38,46%).

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang metode pengobatan menggunakan minuman bersoda sudah mencapai 85,10%, yaitu responden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 2 orang (3,84 %), kurang mengetahui (KM) berjumlah 5 orang (9,61%) dan mengetahui (M) berjumlah 15 orang (28,84%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) berjumlah 30 orang (57,69%).

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden metode trikorisasi sudah mencapai 73,08%, yaitu respoden yang tidak mengetahui (TM) berjumlah 2 orang (76,92%), kurang mengetahui (KM) berjumlah 15 orang (19,23%) dan mengetahui (M) berjumlah 20 orang (3,85%). Sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) berjumlah 15 orang.

 

  • Secara umum pengetahuan peternak responden tentang Perbedaan bloat dan bunting sudah mencapai 88,94%, yaitu respoden yang tidak mengetahui (TM) tidak ada, kurang mengetahui (KM) berjumlah 2 orang (3,84%), mengetahui (M) berjumlah 20 orang (38,46%) sedangkan responden yang sangat mengetahui (SM) berjumlah 30 orang (57,69%).

Hasil evaluasi awal tingkat pengetahuan yang dilakukan dari 52 responden, diperoleh skor 1.724, maka dapat dinilai sebagai berikut.

Skor yang diperoleh                             : 1.724

Sko tertinggi yang diperoleh              : 52 x 10 x 4 = 2.080

Skor terendah yang diperoleh                       : 52 x 10 x 1 = 520

Dengan demikian pengetahuan responden tentang penanganan penyakit bloat pada k ambing setelah penyuluhan adalah :

 

 

 

 

 

2.080
0
520
1.040
1.560
SM
0
TM
KM
M
1.724
100%
25%
50%
75%
82,88%)

Jika digambarkan dengan garis continuum adalah sebagai berikut :

 

 

 

 

Gambar 4. Garis continuum tingkat pengetahuan pada evaluasi akhir

Ket :    TM = Tidak Mengetahui

KM = Kurang Mengetahui

M = Mengetahui

SM = Sangat Mengetahui

Garis continuum di atas menunjukkan bahwa setelah penyuluhan dilakukan, pengetahuan peternak tentang penanganan penyakit bloat pada kambing berada pada skor 1.724 atau persentase 82,88% yang berarti sudah berada pada kriteria “Mengetahui”

 

  1. Tingkat sikap

Dari responden yang berjumlah 52 orang dengan jumlah pertanyaan untuk tingkat pengetahuan berjumlah 10 pertanyaan dengan 4 (empat) kriteria. Adapun tabel tabulasi hasil evaluasi akhir dan pembahasan hasil evaluasi serta rekapitulasi skala nilai jawaban responden dengan skala nilai (rating scale) untuk tingkat pengetahuan terdapat pada lampiran 8 dan tabel 13.

 

Tabel 10. Pembahasan Hasil Evaluasi Akhir Tingkat Sikap

No Pertanyaan/ pernyataan Tingkat pemahaman
SS S KS TS
1 Pengertian bloat 25 10 10
2 Bahaya bloat 30 15 5 2
3 Penyebab bloat 30 15 5 2
4 Pencegahan bloat 20 20 10 2
5 Bloat dan bunting 35 15 2 0
6 Hewan yang terkena bloat 50 0 2 0
7 Pengobatan bloat 25 25 2 0
8 Metode minuman bersoda 35 10 5 2
9 Metode trikorisasi 20 15 15 2
10 Metode batang daun pepaya 35 15 2 0
  Jumlah 305 140 58 10
  Rata – rata 30.5 14 5.8 1

Sumber. Data Primer, diolah Tahun 2017

Berdasarkan jawaban responden pada tabel diatas, maka diperoleh pemahaman sebagai berikut :

  • Secara umum sikap peternak responden tentang ciri – ciri Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 76,92% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 7 orang (13,45%), kurang setuju (KS) 10 orang (19,23%) setuju (S) berjumlah 10 orang (19,23%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) berjumlah 25 orang (48,08%).

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang bahaya Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 85,10% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang setuju (KS) berjumlah 5 orang (9,61%) setuju (S) berjumlah 15 orang (28,84%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) berjumlah 30 orang (57,69%).

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang penyebab Bloat dapat dikatakan baru mencapai 85,10% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang setuju (KS) berjumlah 5 orang (9,61%) setuju (S) berjumlah 15 orang (28,84%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) berjumlah 30 orang (57,69%).

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang pencegahan Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 77,88% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 2 orang (), kurang setuju (KS) berjumlah 10 orang (3,84%) setuju (S) berjumlah 20 orang (28,84%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) berjumlah 20 orang (67,30%).

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang perbedaan bloat dan bunting dapat dikatakan sudah mencapai 90,87% yaitu responden yang tidak setuju (TS) tidak ada, kurang setuju (KS) berjumlah 2 orang (3,84%) setuju (S) berjumlah 15 orang (28,84%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) berjumlah 35 orang (67,30%).
  • Secara umum sikap peternak responden tentang hewan yang terkena bloat dapat dikatakan sudah mencapai 98,08% yaitu responden yang tidak setuju (TS) tidak ada, kurang setuju (KS) berjumlah 2 orang (3,84%) setuju (S) tidak ada,sedangkan responden yang sangat setuju (SS) berjumlah 50 orang (96,15%)

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang Pengobatan Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 86,27% yaitu responden yang tidak setuju (TS) tidak ada, kurang setuju (KS) berjumlah 2 orang (3,84) setuju (S) berjumlah 25 orang (48,07%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) berjumlah 25 orang (48,07%).

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang metode minuman bersoda dapat dikatakan sudah mencapai 87,50% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang setuju (KS) berjumlah 5 orang (9,61%) setuju (S) berjumlah 10 orang (19,23%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) berjumlah 35 orang (67,30%).

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang metode trikorisasi dapat dikatakan sudah mencapai 75,48% yaitu responden yang tidak setuju (TS) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang setuju (KS) berjumlah 15 orang (28,84%) setuju (S) berjumlah 15 orang (28,84%) sedangkan responden yang sangat setuju (SS) sebanyak 20 orang (38,46%).

 

  • Secara umum sikap peternak responden tentang metode batang daun pepaya dapat dikatakan baru mencapai 91,35% yaitu responden yang tidak setuju (TS) tidak ada, kurang setuju (KS) berjumlah 2 orang (3,84%) setuju (S) berjumlah 15 orang (28,84%) sedangkan responden yang sangat setuju (ST) berjumlah 35 orang (67,30%).

Hasil evaluasi awal tingkat sikap yang dilakukan dari 52 responden, diperoleh skor 1.774 maka dapat dinilai sebagai berikut.

Skor yang diperoleh                             : 1.774

Sko tertinggi yang diperoleh              : 52 x 10 x 4 = 2.080

Skor terendah yang diperoleh                       : 52 x 10 x 1 = 520

Dengan demikian sikap responden tentang penanganan penyakit bloat pada kambing setelah penyuluhan adalah :

Jika digambarkan dengan garis continuum adalah sebagai berikut :

2.080
0
520
1.040
1.560
SS
TS
KS
M
1.774
100%
25%
50%
75%
(85,29%)

 

Gambar 5. Garis continuum tingkat sikap pada evaluasi akhir

Ket : TS = Tidak Setuju

KS = Kurang Setuju

S = Setuju

SS = Sangat Setuju

Garis continuum di atas menunjukkan bahwa setelah penyuluhan dilakukan, sikap peternak tentang penanganan penyakit bloat pada kambing berada pada skor 1.774 atau persentase 85,29% yang berarti sudah berada pada kriteria “setuju” 

  1. Tingkat keterampilan

Dari responden yang berjumlah 52 orang dengan jumlah pertanyaan untuk tingkat pengetahuan berjumlah 10 pertanyaan dengan 4 (empat) kriteria. Adapun tabel tabulasi hasil evaluasi akhir dan pembahasan hasil evaluasi serta rekapitulasi skala nilai jawaban responden dengan skala nilai (rating scale) untuk tingkat pengetahuan terdapat pada lampiran 9 dan tabel 14.

Tabel 14. Pembahasan Hasil Evaluasi Awal Tingkat Keterampilan

No Pertanyaan/ pernyataan Tingkat Pemahaman
ST T KT TT
1 Kondisi bloat 0 7 30 15
2 Bahaya bloat 0 4 29 19
3 Penyebab bloat 0 10 20 22
4 Pencegahan bloat 0 6 29 17
5 Bloat dan bunting 0 4 19 29
6 Hewan yang terkena bloat 0 9 11 32
7 Pengobatan bloat 0 6 13 35
8 Metode minuman bersoda 0 4 11 37
9 Metode trikorisasi 0 3 9 40
10 Metode batang daun pepaya 0 1 9 42
  Jumlah 0 54 180 288
  Rata – rata 0 5.4 18 28.8

Sumber. Data Primer, diolah Tahun 2017

Berdasarkan jawaban responden pada tabel diatas, maka diperoleh pemahaman sebagai berikut :

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang ciri – ciri Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 72,12% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 7 orang (13,46%), kurang terampil (KT) berjumlah10 orang (19,23%) terampil (T) berjumlah 20 orang (38,46%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) berjumlah 15 orang (28,84%).

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang bahaya Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 80,29% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang terampil (KT) berjumlah 5 orang (9,61%) terampil (T) berjumlah 25 orang (48,07%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) berjumlah 20 orang (38,46%).

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang penyebab Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 80,29% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang terampil (KT) berjumlah 5 orang (9,61%) terampil (T) berjumlah 25 orang (48,07%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) berjumlah 20 orang (38,46%).

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang pencegahan Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 73,08% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang terampil (KT) 10 orang (19,23%) terampil (T) berjumlah 30 orang (57,69%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) berjumlah 10 orang (19,23%).

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang perbedaan bloat dan bunting dapat dikatakan sudah mencapai 86,06% yaitu responden yang tidak terampil (TT)tidak ada, kurang terampil (KT) berjumlah 2 orang (3,84%) terampil (T) berjumlah 25 orang (48,07%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) berjumlah 25 orang (48,07%).

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang hewan yang terkena Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 93,27% yaitu responden yang tidak terampil (TT) tidak, kurang terampil (KT) berjumlah 2 orang (3,84%) terampil (T) berjumlah 10 orang (19,23%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) berjumlah 40 orang (76,92%).

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang pengobatan Bloat dapat dikatakan sudah mencapai 81,37% yaitu responden yang tidak terampil (TT) tidak ada, kurang terampil (KT) berjumlah 2 orang (3,84%) terampil (T) berjumlah 35 orang (67,37%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) berjumlah 15 orang (28,85%).

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang metode minuman bersoda dapat dikatakan sudah mencapai 82,69% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang terampil (KT) 5 orang (9,61%) terampil (T) berjumlah 20 orang (38,46%) sedangkan responden yang sangat terampil(ST) berjumlah 25 orang (48,08%).

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang metode trikorisasi dapat dikatakan sudahmencapai 70,67% yaitu responden yang tidak terampil (TT) berjumlah 2 orang (3,84%), kurang terampil (KT) berjumlah 15 orang (28,85%) terampil (T) berjumlah 25 orang (48,08%) sedangkan responden yang sangat teampil (ST) berjumlah 10 orang (19,23%).

 

  • Secara umum keterampilan peternak responden tentang metode batang daun pepaya dapat dikatakan sudah mencapai 86,54% yaitu responden yang tidak terampil (TT) tidak ada, kurang terampil (KT) berjumlah 2 orang (3,84%) terampil (T) berjumlah 25 orang (48,08%) sedangkan responden yang sangat terampil (ST) berjumlah 25 orang (48,08%).

Hasil evaluasi awal tingkat keterampilan yang dilakukan dari 52 responden, diperoleh skor 1.674 maka dapat dinilai sebagai berikut.

Skor yang diperoleh                             : 1.674

Sko tertinggi yang diperoleh              : 52 x 10 x 4 = 2.080

Skor terendah yang diperoleh                       : 52 x 10 x 1 = 520

Dengan demikian keterampilan responden tentang penanganan penyakit bloat pada kambing setelah penyuluhan adalah :

2.080
0
520
1.040
1.560
ST
0
TT
KT
T
1.674
100%
25%
50%
75%
(80,48%)

Jika digambarkan dengan garis continuum adalah sebagai berikut :

 

 

 

 

Gambar 6. Garis continuum tingkat keterampilan pada evaluasi awal

Ket :       TT = Tidak Terampil

KT = Kurang Terampil

T = Terampil

ST = Sangat Terampil

 

Garis continuum di atas menunjukkan bahwa setelah penyuluhan dilakukan, keterampilan peternak tentang penanganan penyakit bloat pada kambing berada pada skor 1.674 atau persentase 80,48% yang berarti masih berada pada kriteria “terampil”

 

Selanjutnya hasil evaluasi awal dan hasil evaluasi akhir ditabulasikan untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan responden berdasarkan kategori nilai yang dicapai. Hasil rekapitulasi digunakan untuk mengetahui perubahan perolehan nilai persentase dan nilai maksimum pada tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil rekapitulasi dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Rata – Rata Tingkat Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Responden.

Deskripsi Nilai max Nilai yang diperoleh Perubahan
E. Awal % E. Akhir % Nilai %
Pengetahuan 2.080 789 37,93 1.724 82,88 935 44,95
Sikap 2.080 820 39,42 1.774 85,29 954 45,87
keterampilan 2.080 802 38,55 1.674 80,48 872 41,93

Sumber : Data primer setelah diolah. 2016

 

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan penyuluhan lalu dievaluasi kembali, ternyata pengetahuan responden meningkat 44,95%, sikap 45,87%, dan keterampilan sebesar 41,93%.

V. PENUTUP

A. Simpulan

  1. Kegiatan evaluasi penyuluhan pertanian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif penyuluhan tentang penanganan penyakit Bloat pada kambing dengan metode ceramah, diskusi dan simulasi cara.
  2. Evaluasi awal dan evaluasi akhir jika diselisihkan, dapat dikatakan bahwa penyuluhan berhasil dikarenakan perubahan Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan peternak yang meningkat menjadi lebih baik

 B. Saran

Diharapkan dengan adanya laporan evaluasi ini dapat menjadi acuan bagi penyuluh dilapangan tentang seberapa efektif penyuluhan yang telah dilakukan terlebih kepada peemerintah setempat yang melalui laporan evaluasi ini dapat menjadi sebuah informasi tentang bagaimana respon peternak terhadap teknologi yang telah disampaikan penyuluh untuk adanya perbaikan kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Evaluasi Penyuluhan Pertanian. Online http:// subhansubhan318.blogspot.co.id/2015/02/blog-post.html . Diakses pada Tanggal 7 November 2016

Anonim.2016.Kembung Perut Pada Kambing. Online http:// www.ilmuternak.com/2015/01/penyakit-bloat-tympani-kembung-perut.html. Diakses pada Tanggal 7 November 2016.

Casley, Dennis J. Dan Khrisna Kumar.1991. Pemantauan dan Evaluasi Proyek

Mardikanto T.2008. Sistem Penyuluhan Pertanian. LPP UNS dan UNS Press

Mardikanto.1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian.: Sebelas Maret University Press. Surakarta Pertanian. Jakarta: UI-Press.

Padmowiharjo, S. (1996). Evaluasi Penyuluhan Pertanian. Jakarta. Universitas Terbuka.

Van den Ban, A.W. dan H.S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Sitepoe, M. 2008. Cara Memelihara Domba dan Kambing Organik. Indeks, Jakarta.

Diposkan pada Tak Berkategori

Laporan Praktik Inseminasi Buatan (IB) pada Sapi di Instalasi Ternak Besar STPP Gowa

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh pembangunan manusia Indonesia. Seiring meningkatnya perkembangan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup penduduk di Indonesia, maka permintaan produk-produk untuk pemenuhan gizi pun semakin meningkat, begitu pula dengan permintaan akan bahan pangan seperti permintaan protein hewani.

Permintaan akan daging sapi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal tersebut selain dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk juga dipengaruhi oleh peningkatan pengetahuan penduduk itu sendiri terhadap pentingnya protein hewani, sehingga pola konsumsi juga berubah, yang semula lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat beralih mengkonsumsi daging, telur dan susu. Untuk kebutuhan akan ayam boiler dan telur dalam negeri saat ini telah dipenuhi oleh produksi lokal, akan tetapi susu dan daging sapi masih perlu mengimpor.

Usaha ternak sapi potong dapat dikatakan berhasil bila telah memberikan kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari, Agar usaha ternak sapi potong menghasilkan sapi berkualitas, peternak harus meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam beternak sapi potong, antara lain memilih bibit/bakalan yang baik, sistem pemeliharaan, pemberian pakan yang baik, dan pengawasan terhadap kesehatan ternak.

IB diterapkan di Indonesia sejak tahun 1953 pada ternak sapi perah, kemudian pada sapi potong dan kerbau. Hasilnya sampai saat ini sudah dirasakan oleh masyarakat yang ditandai dengan tingginya harga jual dari ternak hasil IB, namun demikian pelaksanaannya di lapangan belum optimal sehingga hasilnya (tingkat kelahiran) dari tahun ke tahun berfluktuasi. Tingkat kelahiran hasil IB pada sapi potong dan kerbau berfluktuasi setiap tahunnya. Pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu upaya penerapan teknologi tepat guna yang merupakan pilihan utama untuk peningkatan populasi dan mutu genetik ternak. Melalui kegiatan IB, penyebaran bibit unggul ternak sapi dapat dilakukan dengan murah, mudah dan cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para peternak.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud Inseminasi Buatan ?
  2. Bagaimana prosedur inseminasi buatan pada sapi ?
  3. Bagaimana pelaporan dan evaluasi keberhasilan IB ?

C. Tujuan

  1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian Inseminasi Buatan.
  2. Mahasiswa mampu mengetahui prosedur inseminasi buatan pada sapi.
  3. Mahasiswa mampu mengetahui cara pelaporan dan evaluasi keberhasilan IB

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Istilah dalam Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi Buatan (IB) adalah suatu kegiatan memasukkan mani/semen ke dalam alat kelamin hewan betina sehat dengan menggunakan alat inseminasi agar hewan tersebut menjadi bunting;

Istilah dalam Inseminasi Buatan sebagai berikut :

  1. Birahi adalah suatu kondisi dimana sapi betina siap atau bersedia dikawini oleh pejantan dengan disertai gejala yang khas
  2. Semen adalah mani yang berasal dari pejantan unggul, digunakan untuk inseminasi buatan
  3. Semen Beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi terpilih yang diencerkan sesuai prosedur dan dibekukan pada suhu minus 196° Celcius
  4. Service per Conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi
  5. Conception Rate (CR) adalah prosentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama, dan disebut conception rate atau angka konsepsi
  6. Transfer Embrio yang selanjutnya disebut TE adalah proses kegiatan yang meliputi produksi embrio, pembekuan, penyimpanan, handling, thawing, memasukan embrio kedalam alat kelamin ternak betina dengan teknik tertentu agar ternak itu bunting
  7. Resipien adalah ternak betina yang memenuhi syarat sebagai induk semang penerima embrio sampai dengan melahirkan;
  8. Penyerentakan Birahi adalah menciptakan kondisi pada sekelompok ternak betina agar mendapatkan gejala berahi pada waktu yang bersamaan yaitu dengan pemberian preparat hormon
  9. Kelahiran Ganda adalah kelahiran dua anak dalam satu proses kelahiran yang diperoleh dari perlakuan kombinasi Inseminasi Buatan dan Transfer Embrio
  10. Produksi semen beku adalah proses kegiatan yang meliputi kegiatan persiapan, penampungan, evaluasi semen, pengenceran, pembekuan, pengemasan dan pemeriksaan paska pembekuan;
  11. Pejantan adalah ternak unggul yang memenuhi syarat teknis, reproduktif maupun kesehatan, telah lulus dari uji performans dan uji zuriat, untuk ditampung semennya dan diproses menjadi semen beku;
  12. Akseptor adalah ternak betina produktif yang dimanfaatkan untuk inseminasi buatan;
  13. Pelatihan adalah proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang inseminasi buatan
  14. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan khusus untuk melakukan inseminasi buatan serta memiliki Surat Izin Melakukan Inseminasi (SIMI)
  15. Inseminator Mandiri adalah inseminator yang berasal dari kalangan peternak atau masyarakat (bukan pegawai pemerintah);S
  16. Surat Ijin Melakukan Inseminator Buatan (SIM-I) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-IB berhak melakukan inseminasi buatan dan berlaku selama 4 (empat) tahun
  17. Surat Ijin untuk Asisten Teknis Reproduksi (SIM-A1) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-A2 berhak melakukan pengelolaan reproduksi selama 4 (empat) tahun
  18. Surat Ijin Melakukan Pemeriksaan Kebuntingan (SIM-A2) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-PKB berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan selama 4 (empat) tahun;
  19. Surat Ijin Melakukan Selektor (SIM-B) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-B berhak melakukan seleksi terhadap ternak hasil IB selama 4 (empat) tahun;
  20. Surat Ijin Melakukan Pengawasan Mutu Semen (SIM-C) adalah bukti sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-C berhak melakukan pengawasan mutu semen selama 4 (empat) tahun
  21. Pemeriksa Kebuntingan yang selanjutnya disebut sebagai PKB adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan khusus untuk melakukan pemeriksaan kebuntingan serta memiliki SIM-PKB
  22. Asisten Teknis Reproduksi yang selanjutnya disebut sebagai ATR adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan dasar manajemen reproduksi untuk melakukan pengelolaan reproduksi
  23. Pengawas Mutu Semen Beku/penanganan semen beku adalah petugas yang telah dididik khusus mengenai tatacara penanganan/pengawasan mutu semen
  24. Selektor adalah petugas yang dididik khusus untuk mencatat, memilih dan menyeleksi ternak hasil inseminasi buatan
  25. Supervisor I adalah petugas yang telah dididik khusus tentang pengelolaan SP-IB (Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan) tingkat Provinsi
  26. Supervisor II adalah petugas yang telah dididik khusus tentang pengelolaan SP-IB tingkat Kabupaten/Kota
  27. Koordinator IB adalah penanggung jawab pelaksanaan IB di Provinsi maupun Kabupaten/Kota jika petugas yang telah dididik khusus (Supervisor I dan II) belum ada
  28. Recording System adalah sistem kegiatan yang meliputi identifikasi, pencatatan produktifitas, pencatatan silsilah, pencatatan reproduksi dan pencatatan manajemen.

B. Sejarah Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akal cerdiknya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya. Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisah awal tentang IB dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut.

Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi. Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci.

Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piaraan dilakukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya.

Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal. Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi.

Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi.

Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan.

Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.

Penanganan IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha untuk memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam bidang IB di Rusia adalah Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan Kuda Kerjaaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian IB. Dan dilah orang pertama yang berhasil melakukan IB pada sapi dan domba.

Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di Askaniya-Nova (1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39 kuda yang di IB, sedang dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Tahun 1914, Geuseppe amantea Guru Besar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan penelitian tentang spermatozoatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati dan ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk anjing. Berdasarkan penemuan ini banyak peneliti lain membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat yang pertama kali membuat vagina buatan untuk sapi, dan orang pertama yang membuat vagina buatan untuk domba dan kambing adalah Fred F. Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos J. Perry mendirikan koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di New Jersey.

Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 °C.

Di Indonesia, inseminasi buatan mulai muncul pada awal tahun lima puluan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberapa stasiun IB di beberapa daerah di Jawa Tengah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya. Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang-timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.

Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keuangan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempat dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan. (Ismudiono. 1999).

Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut, yaitu :

  • Rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik,
  • Rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi,
  • Pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.

Berawal dari hal tersebut, program inseminasi buatan dapat berkembang sampai sekarang hingga ke penjuru-penjuru Indonesia yang diperkenalkan kepada para peternak melalui penyuluh-penyuluh peternaka

C. Tujuan, Keuntungan dan Kerugian IB

  1. Tujuan Inseminasi Buatan, yaitu:
  2. Memperbaiki mutu genetika ternak;
  3. Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ;
  4. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
  5. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
  6. Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
  7. Keuntungan Inseminasi Buatan, yaitu:
  8. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
  9. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
  10. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
  11. Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
  12. Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
  13. Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
  14. Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.

Kerugian Inseminasi Buatan, yaitu:

  1. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
  2. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
  3. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
  4. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).

C. Metode Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi/ deposisi semen pada ternak mamalia besar (sapi, kerbau) dilakukan dengan metode recto-vaginal. Metoda inseminasi Recto-vagina juga disebut metoda fixasi cervix. Metoda ini cukup mudah, untuk menguasai metoda ini siswa harus banyak berlatih. Caranya yaitu dengan memasukkan tangan kiri yang dilapisi dengan plastik (glove), di lumasi dengan sedikit pelumas (Jelly) ke dalam rektum sapi. Kemudian tangan kiri berada dan memegang cervix.

Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka. Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah :

  1. Permulaan birahi : 44%
  2. Pertengahan birahi : 82%
  3. Akhir birahi : 75%
  4. 6 jam sesudah birahi : 62,5%
  5. 12 jam sesudah birahi : 32,5%
  6. 18 jam sesudah birahi : 28%
  7. 24 jam sesudah birahi : 12%

D. Pelaporan

Pelaporan dalam inseminasi buatan (IB) sangat diperlukan oleh petugas IB (Inseminator) dengan tujuan, untuk mengetahui jumlah sapi straw yang digunakan untuk jumlah sapi tertentu, keberhasilan IB, tanggal pelaksanaan IB, dan jumlah kebuntingan

  1. Service per Conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi
  2. Conception Rate (CR) adalah prosentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama, dan disebut conception rate atau angka konsepsi.

E. Evaluasi Keberhasilan

Keberhasilan IB dapat ditentukan dengan mengamati siklus birahi sapi, jika 21 hari setelah dilakukan IB dan sapi tidak mengalami birahi pertama, dan juga tidak mengalami birahi siklus kedua, maka sapi dinyatakan bunting berumur 42 hari. Evaluasi keberhasilan terhadap ketiga ekor sapi, tidak diamati secara langsung oleh penulis, dikarenakan masa KKP hanya 1 bulan. Informasi inseminasi didapatkan penulis dari Inseminator atau Pembimbing Lapangan setempat.

Keberhasilan IB pada ternak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kualitas semen beku (straw), keadaan sapi betina sebagai akseptor IB, ketepatan IB, dan keterampilan tenaga pelaksana (inseminator). Faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere, 1997).
Permasalahan utama dari semen beku adalah rendahnya kualitas semen setelah di thawing yang ditandai dengan terjadinya kerusakan pada struktur, biokimia dan fungsional spermatozoa yang menyebabkan terjadi penurunan daya hidup, Kerusakan membran plasma, tudung akrosom, kegagalan transport dan fertilisasi. Permasalahan kedua pada sapi betina (akseptor IB) dalam kaitannya dengan kinerja reproduksi. Selanjutnya, Faktor terpenting dalam pelaksanaan inseminasi adalah ketepatan waktu pemasukan semen pada puncak kesuburan ternak betina. Puncak kesuburan ternak betina adalah pada waktu menjelang ovulasi.
Apabila semua faktor di atas diperhatikan, diharapkan bahwa hasil IB akan lebih tinggi atau hasilnya lebih baik dibandingkan dengan perkawinan alam. Hal ini berarti dengan tingginya hasil IB diharapkan efisiensi produktivitas akan tinggi pula, yang ditandai dengan meningkatnya populasi ternak dan disertai dengan terjadinya perbaikan kualitas genetik ternak, karena semen yang dipakai berasal dari pejantan unggul yang terseleksi. Dengan demikian peranan bioteknologi IB terhadap pembinaan produksi peternakan akan tercapai.

III. MATERI DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan ini di lakukan pada hari Sabtu 17 Desember 2016 jam 13.00 sampai 15.00 yang bertempatkan di instalasi ternak besar STPP Gowa.

B. Materi

Alat :

  1. Alat Pelindung Diri (Jika di lapangan)
  2. Insemination Gun
  3. Container/ Termos lapangan
  4. Cutter straw/ Gunting
  5. Pinset
  6. Ember

Bahan :

  1. Straw
  2. Plastic glove
  3. Masker
  4. Plastic sheet
  5. Preparat
  6. Organ reproduksi betina
  7. Tissue Pembersih
  8. Sabun/ Vaselin
  9. Air Hangat dengan suhu sekitar 37o C

C. Metode

Metode yang digunakan dalam Inseminasi Buatan yaitu recto – vaginal. Caranya yaitu dengan memasukkan tangan kiri yang dilapisi dengan plastik (glove), di lumasi dengan sedikit pelumas (Jelly) ke dalam rektum sapi. Kemudian tangan kiri berada dan memegang cervix.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Petugas (Inseminator)

  1. Guntinglah kuku jari-jari tangan (terutama yang sebelah kiri) sampai pendek. Haluskan ujungnya menggunakan kikir
  2. Periksa apakah ada luka di lengan kiri atau tidak. Kalau ada luka, siapkan sarung tangan plastik panjang.
  3. Yakinkan bahwa sapi betina yang sedang berahi tersebut tidak sedang bunting dan betul-betul berahi. Lihat catatan perkawinan ternak tersebut dan lihat pula tanda-tanda aksteriornya, terutama bagian vulvanya. Sapi betina yang sedang berahi vulvanya tampak membengkak, basah, berwarna merah, dan mengeluarkan lendir jernih kental. Temperamennya agak gelisah tetapi tenang ketika tubuhnya diusap-usap.

B. Prosedur Kerja

  1. Kenakan APD yaitu werkpack dan sepatu kandang
  2. Tempatkan sapi betina yang sedang berahi pada kandang kawin. Ikat dengan baik.
  3. Lakukan Thawing

Thawing merupakan pencairan semen atau meningkatkan suhu straw agar semen dapat aktif kembali, thawing dilakukan dengan memasukkan straw ke dalam air selama 30 detik, semen yang baru dikeluarkan dari container dalam bentuk beku atau dimati surikan akan hidup kembali jika dilakukan thawing, berikut adalah cara melakukan thawing :

  1. Ambil straw dari dalam container dengan mengunakan pinset
  2. Celupkan ke dalam wadah berisi air selama +30 detik
  3. Ambil kembali straw dengan menggunakan pinset
  4. Keringkan straw dengan menggunkan kapas
  5. Masukkan straw pada gun IB
  6. Tempatkan IB gun pada mulut.
  7. Singsingkan lengan baju sebelah kiri. Apabila ada luka, kenakan sarung tangan plastik.
  8. Lumuri tangan kiri sampai batas sikut dengan larutan kanji encer atau busa sabun.
  9. Hampiri sapi betina dari arah depan atau samping lalu sentuh/tepuk bagian tubuhnya supaya ternak tersebut mengetahui keberadaan kita dan tidak kaget sewaktu kita mulai bekerja.
  10. Berdiri menghadap bagian belakang sapi dari arah belakang dengan posisi menyerong ke sebelah kanan sekitar 300 – 450 dari poros tubuh sapi. Kaki kiri berada sekitar ¾ langkah di depan kaki kanan sehingga membentuk kuda-kuda yang kokoh tetapi luwes.
  11. Tepuk-tepuk bagian bokong sapi (sedikit di bagian atas ekor) kiri dan kanan untuk melihat reaksi kaki belakang sapi tersebut.
  12. Pegang pangkal ekor sapi dengan tangan kanan, bengkokan ke arah kanan.
  13. Pertemukan kelima jari tangan kiri sehingga membentuk kerucut, kemudian masukkan ke dalam lubang anus (rektum) sapi sampai pergelangan tangan melewatinya. Apabila di dalam rongga rectum terdapat banyak kotoran, keluarkan.
  14. Setelah merasa bahwa tangan kiri dapat leluasa berada di ruang rectum, arahkan telapak tangan kiri tersebut ke dasar rectum. Cari bagian saluran reproduksi yang berdinding tebal, yaitu cervix uteri. Tempatkan cervix uteri tersebut dalam genggaman telapak tangan kiri dengan jalan menyodokkan empat jari (telunjuk sampai kelingking) ke bawah cervix uteri.
  15. Setelah cervix uteri teraba, telusuri saluran reproduksi bagian depannya, apakah tanduk uterus kiri dan kanan sama besar atau salah satu lebih besar dari yang lain. Apabila salah satu lebih besar dari yang lain, hewan tersebut kemungkinan sedang bunting dan jangan diinseminasi. Apabila kedua tanduk uterus sama besar, maka hewan tersebut tidak bunting dan perlu diinseminasi. Keluarkan tangan kiri dari dalam rectum. Lepaskan sarung tangan atau bersihkan taangan kiri tersebut dengan air.
  16. Siapkan insemination gun. Lepaskan bagian penusuknya dari batang utama. Usap batang penusuk dan batang utama dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70 %. Teteskan alkohol ke dalam lubang batang utama. Biarkan beberapa lama, lalu kibaskan agak kuat agar bagian dalam batang utama tersebut bebas dari alkohol. Teteskan larutan NaCl Fisiologis untuk menetralisir alkohol dalam lubang batang utama.
  17. Masukkan batang penusuk ke dalam batang utama. Sisakan kirakira sepanjang straw.
  18. Buka penutup container nitrogen cair dan angkat satu canister. Ambil satu straw menggunakan pinset dan segera kembalikan posisi canister.
  19. Rendam straw dalam air suam-suam kuku sambil digosok-gosok dengan kedua telapak tangan. Angkat dan keringkan menggunakan kertas tissue.
  20. Masukkan straw ke dalam lubang, dari ujung depan, batang utama insemination gun, sampai mentok. Gunting ujung straw pada batas kira-kira ½ cm dari ujung insemination gun. Tutup/bungkus batang insemination gun dengan plastic sheet, dan kuatkan pertautannya menggunakan cincin yang sudah tersedia. Inseminasi siap dilakukan.
  21. Lumuri lagi tangan kiri dengan larutan kanji encer atau busa sabun, masukkan ke dalam rectum dan lakukan penggenggaman cervix uteri. Setelah cervix uteri tergenggam, masukkan insemination gun secara hati-hati ke dalam vagina sapi betina. Arahkan ujung insemination gun ke mulut saluran cervix.
  22. Luruskan arah insemination gun melewati saluran cervix dengan bantuan tangan kiri menggerak-gerakan cervix dan tangan kanan mendorong insemination gun secara hati-hati sampai ujung insemination gun melewati seluruh panjang saluran cervix. Hentikan dorongan tangan kanan ketika ujung insemination gun sudah keluar dari servix uteri (memasuki corpus uteri) kira-kira 1 – 2 cm.
  23. Curahkan semen perlahan-lahan dengan jalan mendorong batang penusuk insemination gun sampai habis. Pencurahan semen selesai. Insemination gun ditarik keluar vagina dan tangan kiri melakukan sedikit pijatan pada corpus dan cervix uteri untuk merangsang gerakan saluran reproduksi sapi betina agar semen terdorong ke bagian depan saluran reproduksi betina.
  24. Keluarkan tangan kiri dari dalam rectum. Lepaskan plastic sheet dan straw kosong dari insemination gun, buang ke tempat sampah
  25. Bersihkan insemination gun menggunakan kapas beralkohol. Cabut batang penusuknya, lalu tetekan alkohol ke dalam lubang batang utama. Simpan kembali ke tempatnya.
  26. Catat dalam buku kerja inseminator kegiatan tersebut dan pada buku catatan reproduksi sapi betina yang bersangkutan. Informasi yang harus dicatat adalah :
    1. Tanggal pelaksanaan inseminasi
    2. Nomor register ternak betina
    3. Perkawinan ke berapa bagi ternak betina tersebut.
    4. Nomor pejantan dan kode produksi semen (Kartasudjana, 2001)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

  1. Inseminasi Buatan (IB) adalah suatu kegiatan memasukkan mani/semen ke dalam alat kelamin hewan betina sehat dengan menggunakan alat inseminasi agar hewan tersebut menjadi bunting
  2. Prosedur inseminasi buatan yaitu dimulai dari persiapan inseminator, persiapan sapi betina yang akan di IB, sampai ke persiapan straw dan diakhiri dengan memasukkan IB Gun ke dalam serviks sapi betina.
  3. Untuk pelaporan dan evaluasi keberhasilan yaitu catat dalam buku kerja inseminator kegiatan IB tersebut dan pada buku catatan reproduksi sapi betina yang bersangkutan. Informasi yang harus dicatat adalah :
  1. Tanggal pelaksanaan inseminasi
  2. Nomor register ternak betina
  3. Perkawinan ke berapa bagi ternak betina tersebut.
  • Nomor pejantan dan kode produksi semen

jika 21 hari setelah dilakukan IB dan sapi tidak mengalami birahi pertama, dan juga tidak mengalami birahi siklus kedua, maka sapi dinyatakan bunting berumur 42 hari

B. Saran

  1. Mahasiswa menunggu praktik IB yang lebih banyak untuk menambah berpengalaman.

 

DAFTAR PUSTAKA

Kartasudjana, Ruhyat. 2001. Teknik Inseminasi Buatan Pada Ternak. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah kejuruan

http://bptuhpt.siborongborong.info/index.php/informasi/artikel/198-sejarah-dan-manfaat-inseminasi-buatan-pada hewan.diaksespadatanggal 22januari2016

Toelihere, M.R. 1997. Peranan Bioteknologi Reproduksi Dalam Pembinaan Produksi         Peternakan di Indonesia. Disampaikan pada Pertemuan Teknis dan Koordinasi Produksi (PERTEKSI) Peternak Nasional T.A. 1997/1998, Ditjennak di Cisarua-Bogor 4-6 Agustus 1997.

DOKUMENTASI

 

 IMG_3833IMG_3847IMG_3851IMG_3854

Diposkan pada peternakan

Makalah Pengaruh Waktu Pemerahan Terhadap Kualitas Susu Sapi

  1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makanan yang berasal dari ternak termasuk susu menyediakan zat-zat makanan yang lebih baik dan berimbang dibandingkan dengan makanan yang berasal dari tumbuhan. Susu merupakan sumber protein, vitamin D, kalsium, fosfor, magnesium yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu juga mengandung imunoglobulin, vitamin A dan zinc yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh, dan asam lemak esensial untuk kesehatan.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Namun, dalam penyediaan pangan dan gizi khususnya susu, Indonesia tergolong sebagai negara dengan tingkat konsumsi dan produksi susu paling rendah di kawasan Asia.

Departemen Pertanian menyatakan, pada tahun 2006 tingkat konsumsi susu per kapita per tahun hanya 7,7 liter. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara lain di Asia diantaranya Malaysia (25 liter), Singapura (32 liter), Filipina (11 liter), dan China (13,2 liter). Bahkan, di Finlandia tingkat konsumsi susu mencapai 183,9 liter per kapita per tahun. Berdasarkan data yang dilansir PT Tetra Pak Indonesia tahun 2007, konsumsi susu di Indonesia adalah 9 liter per kapita pertahun, sedangkan Malaysia dan Vietnam tercatat 25,4 liter dan 10,7 liter per kapita per tahun (Pdpersi, 2008). Kebutuhan susu nasional mencapai 1,306 juta ton per tahun. Namun, hingga tahun 2007, produksi susu dalam negeri baru sekitar 444,096 juta per tahun dari kurang lebih 400.000 ekor sapi perah. Suplai susu ini hanya berkisar 30-35 persen dari total kebutuhan susu di Indonesia.

Nilai penjualan susu pada usaha ternak perah ditentukan oleh jumlah susu yang dihasilkan, sedangkan harga dipengaruhi oleh kualitas susu. Oleh karena itu, total nilai penerimaan usaha sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Produksi susu dipengaruhi oleh bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tata laksana pemberian pakan. Semakin sering sapi diperah, maka hasil susu akan lebih banyak (Sudono et al., 2003).

Pelepasan air susu saat pemerahan disebabkan oleh adanya rangsangan yang dipengaruhi hormon oksitosin yang menimbulkan beberapa kontraksi jaringan alveolus dan saluran-saluran kecil sehingga mendorong susu untuk keluar. Ambing akan mengembang 1/3 bagian selama periode antar pemerahan, sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan. Laju sekresi terus menurun hingga tercapai keseimbangan dan tekanan akan meningkat melebihi 40 mmHg jika susu tidak diperah dan akan terjadi penyerapan kembali air susu (Blakely dan Bade, 1994). Dengan demikian produksi susu ditentukan oleh frekuensi pemerahan dan selang pemerahan. Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi susu sapi di Indonesia disamping banyak faktor yang lainnya.

Rumusan Masalah

  1. Bagaimana pengaruh waktu pemerahan terhadap produksi susu sapi ?
  2. Bagaimana selang pemerahan yang tepat dalam memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal ?

Tujuan

  1. Untuk mengetahui pengaruh waktu pemerahan terhadap produksi susu sapi.
  2. Untuk mengetahui selang pemerahan yang tepat dalam memerah sapi agar didapat produksi susu yang optimal.

 

  1. PEMBAHASAN

Produksi Susu

Produksi susu di Indonesia sampai saat ini belum mencukupi kebutuhan dan permintaan konsumen. Hal ini antara lain disebabkan jumlah/populasi ternak yang masih kurang, selain daya produksi susu per ekor yang belum mencapai titik optimum (Sudarwanto, 1999). Rataan produksi susu sapi FH adalah 10.209,96 kg per laktasi. Total produksi susu umumnya bertambah untuk bulan pertama setelah melahirkan, kemudian perlahan-lahan berkurang pada bulan laktasi berikutnya (Ensminger dan Tyler, 2006). Sebagaimana dinyatakan Schmidt (1971) sebelumnya bahwa produksi susu relatif banyak dan akan bertambah empat sampai enam minggu setelah melahirkan, kemudian produksi susu menurun sampai berakhirnya periode laktasi.

Menurut Sudono et al. (2003), produksi susu sapi FH di Amerika serikat ratarata 7.425 kg per laktasi dan di Indonesia 10 liter per ekor per hari atau lebih kurang 3.050 kg per laktasi. Produksi susu beberapa bangsa sapi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Susu Berbagai Bangsa Sapi

Bangsa Tahun Beranak
1980 1990 1995 1999 2002
——————————–(pon)——————————-
Ayrshire 13.114 14.799 15.684 17.424 17880
Brown Swiss 14.172 16.250 17.493 20.148 20.869
Holstein 17.566 20.178 21.618 24.380 24.996
Jersey 11.437 13.407 14.812 16.940 17.663
Milking Shorthorn 11.560 14.011 15.341 16.704 17.144

Sumber : Ensminger dan Tyler, 2006

  1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi

Susu Kemampuan sapi yang bervariasi dalam memproduksi susu merupakan karakteristik dari keturunan dan ini berbeda pula di antara bangsa dan individu (Ensminger dan Tyler, 2006). Produksi susu akan bertambah sampai kira-kira sapi berumur delapan tahun (Bath et al., 1985). Menurut Sudono et al. (2003), faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah adalah bangsa sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tata laksana pemberian pakan. Campbell et al. (2003) menyatakan bahwa sapi yang bertubuh besar secara normal mampu mensekresi susu lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang berukuran kecil, tetapi mereka tidak efisien dalam mengubah nutrisi pada susu. Secara normal, sapi tidak akan mensekresi susu lebih dari 8-12% berat badannya, kambing bisa mensekresi lebih dari 20% dari berat badannya.

Pakan dan manajemen juga akan berpengaruh terhadap kuantitas, komposisi dan palatabilitas (rasa) terhadap susu (Acker, 1960). Pakan yang diberikan pada seekor sapi perah dewasa digunakan untuk kebutuhan hidup pokok, produksi dan pertumbuhan. Nutrisi yang digunakan untuk hidup pokok adalah sejumlah nutrisi yang harus tersedia guna mempertahankan tubuh dalam keadaan normal seperti bernafas, mencerna pakan, memperbaiki bagian tubuh yang aus, dan lain-lain (Foley et al., 1973). Sapi perah mempunyai daya produksi yang tinggi sehingga jika tidak mendapatkan makanan yang cukup sapi tersebut tidak akan dapat memproduksi susu dengan baik (Ensminger dan Tyler, 2006).

Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak dan masa kering kandang. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan. Menurut Calder (1996), laktasi merupakan proses yang ditandai oleh sintesis dan sekresi senyawa organik dan anorganik, dan juga darah secara aktif dan pasif oleh sel epitel khusus dari kelenjar susu. Sapi laktasi yang sedang bunting akan mengurangi produksi susu karena adanya pengaruh hormon yang akan mengurangi sekresi susu dan peningkatan kebutuhan zat-zat makanan untuk pertumbuhan dan hidup pokok dari fetus.

Apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak pada interval yang lebih lama, dan kandungan lemak akan lebih tinggi dari hasil pemerahan dengan interval yang lebih singkat (Eckles dan Anthony, 1956). Jika sapi diperah dua kali sehari dengan jarak waktu antar pemerahan sama akan sedikit sekali perubahan susunan susu tersebut. Produksi susu akan meningkat tergantung dari kemampuan sapi berproduksi, pakan yang diberikan, dan manajemen yang dilakukan peternak (Sudono et al., 2003).

Beberapa faktor lainnya yang juga mempengaruhi produksi susu ialah jaringan sekresi, umur, hormon, estrus dan ukuran tubuh. Produksi susu terbanyak akan dicapai pada usia 7-8 tahun (McNeilly, 2001). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sapi-sapi yang badannya besar akan menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi yang berbadan kecil. Sapi yang sedang estrus juga akan mengalami pengurangan produksi susu (Campbell et al., 2003). Produksi susu juga akan berkurang selama ternak mengalami stres panas. Pengaruh langsung stres panas terhadap produksi susu disebabkan meningkatnya kebutuhan maintenance untuk menghilangkan kelebihan beban panas, mengurangi laju metabolis, dan mengurangi konsumsi makanan (Anderson et al., 1985).

  1. Selang Pemerahan

Produksi susu pada ambing dalam keadaan kosong akan bertambah setelah diperah dengan memperlama selang pemerahan. Produksi susu di alveolus akan bertambah dengan lama selang pemerahan setelah 20 jam (McKusick et al., 2002) Selang pemerahan tetap, memiliki beberapa kepentingan untuk memperoleh produksi susu yang optimal. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Woodward (dalam Schmidt 1971) menunjukkan bahwa produksi susu sapi yang diperah selama tiga kali dalam sehari dengan selang 6, 7 dan 11 jam per hari menghasilkan 3,9% susu lebih banyak dan memiliki kadar lemak lebih besar dari 5,2% dibandingkan dengan sapi yang diperah dengan selang yang berbeda. Pada waktu pemerahan lainnya, sapi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12 jam memproduksi susu 1,8% lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang diperah dengan selang pemerahan 15:9 jam (Schmidt, 1971).

Efek lamanya interval antar pemerahan terhadap produksi susu akan banyak dipengaruhi oleh karakteristik individu sapi seperti : kapasitas ambing, lama laktasi, dan jumlah susu yang biasa diproduksi. Bila dihubungkan dengan laju sekresi susu dan lemak maka pada interval yang lebih lama yaitu pemerahan pagi hari akan lebih sedikit lemaknya bila dibandingkan dengan pemerahan sore hari (Smith, 1969). Penelitian Schmidt dan Trimberger (1962) menyatakan bahwa selang pemerahan yang lama akan memiliki sisa susu yang lebih banyak. Sapi yang diperah dengan selang pemerahan 15:9 jam, dan 16:8 jam, memproduksi susu lebih rendah dibandingkan dengan selang pemerahan 12:12 jam.

  1. Sekresi Susu

Susu disekresikan oleh unit-unit sekretoris individual yang bentuknya menyerupai buah anggur yang disebut alveolus. Unit kecil ini berukuran 0,1 sampai 0,3 milimeter dan terdiri atas suatu lapis dalam sel epitel yang menyelubungi suatu rongga yang disebut lumen. Sel-sel tersebut mensekresi susu dengan cara menyerap zat-zat dari dalam darah dan mensintesisnya menjadi susu (Blakely dan Bade, 1994). Hal ini karena unsur dasar pembentukan susu adalah kandungan darah (Alim, 2002).

Interval yang lama akan mempengaruhi kecepatan jumlah sekresi. Penurunan dalam sekresi susu terjadi setelah 12 jam dan akan memberikan pengaruh pada interval pemerahan berikutnya. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekresi susu dan lemak susu mengalami pengurangan dengan memperlama interval pemerahan dengan jumlah yang lebih banyak untuk pengurangan susu dibandingkan dengan lemak susu dan persentase lemak susu akan cenderung bertambah pada interval pemerahan yang lama (Schmidt, 1971).

Rata-rata kecepatan sekresi susu mengalami pengurangan mulai 10-12 jam setelah pemerahan sebelumnya, tetapi tidak langsung berkurang secara drastis. Proses pelepasan air susu saat pemerahan disebabkan oleh adanya rangsangan pada saat pemerahan yang mengakibatkan terlepasnya hormon oksitosin dari lobus posterior kelenjar pituitary dan masuk ke dalam aliran darah. Oksitosin mencapai ambing dalam beberapa detik dan menyebabkan timbulnya kontraksi jaringan alveolus dan saluran-saluran kecil sehingga mendorong susu memasuki sistem saluran yang lebih besar. Oleh karena pelepasan air susu hanya berlangsung 6 sampai 8 menit, maka pemerahan harus selesai dalam masa pelepasan itu agar diperoleh hasil yang maksimum (Blakely dan Bade, 1994).

  1. Mastitis

Mastitis adalah penyakit radang ambing yang merupakan radang infeksi. Biasanya penyakit ini berlangsung secara akut, sub akut dan kronis. Mastitis ditandai dengan peningkatan jumlah sel di dalam air susu, perubahan fisik maupun susunan air susu yang disertai atau tanpa disertai perubahan patologis atau kelenjarnya sendiri. Berdasarkan faktor penyebabnya, mastitis dapat disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae, S. dysgalactiae, S. uberis, S. zooepidemicus, dan Staphylococcus aureus, serta berbagai spesies lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya mastitis walaupun dalam persentase kecil (Admin, 2007).

Meskipun sering terlihat, penyakit ini dapat tersembunyi. Oleh karena itu beberapa tes mastitis telah dikembangkan untuk mendeteksi adanya penyakit ini. CMT (Califonia Mastitis Test) merupakan tes yang paling sering digunakan. Alat ini menggunakan satu atau dua pancaran susu dari 4 puting ditambah dengan reagent CMT dalam jumlah yang sama. Pembentukan jel menunjukkan sel somatik yang banyak didalam susu (Ensminger dan Tyler, 2006).

Mastitis dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu : mastitis klinis, mastitis subklinis, dan mastitis nonspesifik. Pada mastitis klinis ditemukan gejala kelenjar ambing membengkak, berisi cairan eksudat disertai tanda-tanda peradangan lainnya seperti suhu meningkat, kemerahan, rasa sakit dan penurunan fungsi (Sudarwanto et al., 1993). Mastitis subklinis tidak menampakkan perubahan yang nyata pada ambing dan susu yang dihasilkan, hanya produksi susu berkurang sehingga peternak kurang menyadari kerugian yang diakibatkannya (Sudarwanto, 1999).

Suatu modifikasi terhadap Aulendorfer Mastitis Probe telah dilakukan dengan menggunakan paddle yang biasa digunakan pada uji CMT. Pengembangan metode ini adalah untuk mempercepat pembacaan hasil di lapangan dan hasil yang didapat cukup akurat. Tingkat reaksi dan interpretasi metode ini dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat Reaksi dan Interpretasi dari Reaksi Modified Aulendorfer  Mastitis Probe

Tingkat Reaksi Arti Reaksi yang Terlihat Interpretasi
negatif Campuran tetap cair, tetap homogen tidak dicurigai adanya mastitis
± Trace Terbentuk lendir tipis yang cenderung hilang kembali dengan menggerakkan paddle terus menerus Dubius
+ Positif lemah Terbentuk lendir yang jelas, tetapi jel tidak terbentuk Infeksi ringan
++ Positif Campuran membentuk jel yang cenderung bergerak ketengah jika paddle digerakkan. Jika gerakan dihentikan, jel akan kembali menyebar ke dasar Mastitis
+++ Positif kuat Terbentuk jel yang cenderung melekat pada dasar paddle dan bila digerakkan akan menyebabkan permukaan menjadi cembung Mastitis dan merupakan masalah peternakan

Sumber : Hartomo dalam Jaya,1992

  • PENUTUP
  1. Simpulan
    1. Apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak pada interval yang lebih lama, dan kandungan lemak akan lebih tinggi dari hasil pemerahan dengan interval yang lebih singkat.
    2. Jika sapi diperah dua kali sehari dengan jarak waktu antar pemerahan sama akan sedikit sekali perubahan susunan susu tersebut. Produksi susu akan meningkat tergantung dari kemampuan sapi berproduksi, pakan yang diberikan, dan manajemen yang dilakukan peternak
  1. Saran

Selang pemerahan yang seimbang memiliki pengaruh penting agar sapi berproduksi optimal, tetapi perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui selang pemerahan yang baik agar sapi dapat berproduksi optimal dengan memperhatikan berbagai macam faktor lainnya seperti kadar lemak, umur, masa laktasi dan jumlah ternak yang digunakan. Disamping itu, manajemen pakan juga sangat mempengaruhi produktivitas susu sapi. Sapi harus diberikan pakan yang cukup dan teratur agar memiliki energi yang cukup untuk memproduksi susu.

DAFTAR PUSTAKA

Acker, D. 1960. Animal Science and Industry. Prentice-Hall. Inc., Englewood Cliff, N. J. New York.

Admin. 2007. Bagaimana pengobatan mastitis yang efektif ?. http://www.vetindo.com/Kasus-Medis/Bagaimana-Pengobatan-Mastitis-yang-Efektif.html. (15 Mei 2009).

Alim, A. F dan T. Hidaka. 2002. Pakan dan Tata Laksana Sapi Perah. Dairy Technology Improvement Project in Indonesia. PT Sonysugema Pressindo, Bandung.

Anderson R. R., R. J. Collier, A. J. Guidry, C. W. Heald, R. Jennes, B. L. Larson dan H. A. Tucker. 1985. Lactation. The Lowa University Press. Ames. Lowa.

Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker, dan R. D. Appleman. 1985. Dairy Cattle : Principles, Practices, Problems, Profits. Third Edition. Lea Febiger, Philadelphia.

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Terjemahan. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.

Calder, W. A. 1996. Size, Function and Life Story. Dover, New York.

Campbell, J. R., M. D. Kenealy, dan K. L. Campbell. 2003. Animal Science, The Biology, Care, and Production of Domestic Animals. McGraw-Hill, New York.

Eckles, H. dan L. Anthony. 1956. Dairy Cattle and Milk Production. Fifth Edition. The Macmillan Co., New York.

Ensminger, M. E., dan H. D. Tyler. 2006. Dairy Cattle Science. Fourth Edition. Upper Saddle River, New Jersey.

Foley, R. C., D. C. Bath, E. Bath, N. Dickinson dan H. A. Tucker. 1973. Dairy Cattle Principles, Practices, Problems, Profits. Lea and Febiger, Philadelphia.

Jaya, K. 1992. Daya simpan susu pasteurisasi HTST asal mastitis sub klinis ditinjau dari jumlah kuman dengan metode hitungan cawan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pdpersi. 2008. Daerah perlu kembali menggalakkan program minum susu gratis di sekolah.http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama= BeritaUtama&topik=7&id=1021. [15 Oktober 2008]

McNeilly, A. S. 2001. Reproduction, fertility and development. CSIRO Publishing, 13 : 583-590.

Schmidt, G. H. 1971. Biology of Lactation. W.H. Freeman and Company, San Fransisco.

Schmidt, G. H. dan G. W. Trimberger. 1962. Effect of unequal milking on lactation milk, milk fat, and total solids production of cows. Journal Dairy Science. 46 : 19.

Smith, V. R. 1969. Physiology of Lactation. Fifth Edition. Lowa State University Press, USA.

Soedono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sudarwanto, M. 2003. Mastitis dan Manajemen Kesehatan Ambing. Mastitis Research Center. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudarwanto, M. 1999. Usaha peningkatan produksi susu melalui program pengendalian mastitis subklinis Disampaikan pada Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB di Bogor (22 Mei 1999).

Sudarwanto, M., C.S. Leksmono, M. Fachrudin, dan D. W. Lukman. 1993. Penembangan Metode dan Pereaksi untuk deteksi Mastitis Subklinis (Laporan Penelitian). Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB, Bogor.

Diposkan pada Tak Berkategori

Makalah Perkandangan Itik

  1. PENDAHULUAN 

Latar Belakang

Peternakan   itik petelur  merupakan usaha kegiatan memelihara   bebek  dengan tujuan   ekonomi  menghasilkan telur.   Pemeliharaan ternak itik petelur adalah usaha yang memilki tujuan untuk peningkatan atau kemajuan dalam usaha dana pemenuhan kebutuhan protein hewani  dari telur yang terus meningkat untuk itu perlu ditingkattkan  melalui efisiensi produktivitasnya. Efisiensi produksi peternakan sangat bergantung kondisi ternak, lingkungan tempat hidup ternak (perkandangan), ketersediaan pakan dan manajemen. Kondisi ternak dan lingkungan sangat bersar pengaruhnya dalam produktivitasnya walaupun manjemen dan pakan juga penting. Hal ini karena lingkungan tempat hidup terutama sistem perkandangan di daerah tropis yang tidak bisa konstan, untuk itu perlu diperhatikan kondisi fisik ternak dan lingkungan yang cocok untuk produktivitasnya.

Pada umumnya tujuan pemeliharaan itik adalah untuk menghasilkan telur.Pemeliharaan itik dari masa ke masa, profilnya adalah peternakan itik rakyat atau itik kampung, yang skala pemeliharaannya kecil dan umumnya diumbar.Itik mempunyai karakteristik khas unggas petelur termasuk dalam tipe petelur ini antara lain berasal darijenis : Indian Runner, Khaki Khampbel dan Buff Orpington atau itik Buff. Dalam perkembangannya di Indonesia, Indian Runner banyak dipelihara di wilayah tertentu, misalnya di Kalimantan Selatan dikenal itik Alabio,di daerah Tegal disebut itik Tegal dan di Bali disebut Itik Bali. Kemampuan bertelurnya bila dipelihara intensif hingga 300 butir pertahun dan bila dipelihara semi insentif berkisar 90 – 100 butir saja.Prospek dari usaha pemeliharaan itik cukup baik mengingat konsumsi telur dari tahun ke tahun terus meningkat, pemeliharaannya sudah mengarah pada semi insentif maupun kearah insentif.

Usaha peternakan itik di Indonesia  telah  lama dikenal masyarakat. Agar usaha ini dapat memberikan keuntungan yang optimal  bagi  pemiliknya maka perlu diperhatikan beberapa hal yang menyangkut Manajemen pemeliharaan ternak itik . Namun sebelum seorang peternak memulai usahanya, harus menyiapkan diri dengan pemahaman tentang perkandangan, bibit unggul, pakan ternak, pengelolaan dan pemasaran hasil.

 

Masalah

  1. Apa saja jenis kandang itik yang baik ?
  2. Bagaimana keadaan kandang itik yang baik ?
  3. Bagaimana modoifikasi kandang itik ?
  4. Bagaimana kapasitas kandang itik ?
  5. Bagaimana analisis biaya pembuatan kandang itik ?

 

Tujuan

  1. mengetahui jenis kandang itik yang baik.
  2. mengetahui bagaimana keadaan kandang itik yang baik.
  3. mengetahui bagaimana modoifikasi kandang itik.
  4. mengetahui bagaimana kapasitas kandang itik.
  5. mengetahui bagaimana analisis biaya pembuatan kandang itik.

 

  1. TINJAUAN PUSTAKA

Itik

Itik merupakan salah satu jenis unggas yang sudah di domestikasi menjadi itik lokal  atau hewan ternak untuk tujuan tertertu salha satunya itik petelur. Itik petelur  berada di Indonesia yang berasal dari itik Indian Runner. Itik ini  merupakan itik petelur meyebar dari jawa terutama Jawa Tengah yang dibudiyakan sebagai itik petelur (Suharno dan Amri, 2011).

Itik    merupakan hewan memilki sifat aquatik dan omnivorus yaitu pemakan segalanya.  Keunggulan Itik petelur dibandingkan ternak unggas petelur lainya yaitu  mampu menghasilkan produksi telur dengan waktu yang cukup  lama dibandingkan unggas lain, tingkat mortalitas itik lebih kecil sehingga menguntungkan. Salah satu itik yang sering dibudidayakan adalah itik tegal dan mojosari karena produksi telur tinggi sekitar 250 butir /tahun dengan pemeliharan intensif.  Ciri-ciri  itik petelur  secara umum memilki tubuh ramping, berdiri hampir tegak seperti botol dan lincah.

 

  1. Aspek perkandangan

Aspek perkandangan  salah satu aspek yang sangat berpengaruh pada produktivitas ternak, karena perkandangan merupakan aspek fisik  yang perlu diperhatikan untuk mempermudah pengelolaan dan pemeliharaan ternak. Perkandangan merupakan tempat atau lahan atau lokasi yang digunakan sebagai segala aktivitas peternakan yang di dalamnya terdapat kandang dan banguan serta alat- alat penujang kegitan peternakan (Putra, 2009).

  1. Kandang

Kandang adalah tempat hidup ternak untuk berlindung, beristirahat dan juga merupakan tempat untuk melakuakan aktivitas seperti bertelur bagi itik.  Salah satu kandang dengan sistem pemeliharan intensif yang baik  adalah  kandang kering .  Kandang yang hanya menyediakan air untuk aktifitas mencuci muka dan minum. Kelebihan dari kandang kering adalah untuk meminimalisasi bau kotoran itik. Kontruksi   dan bahan kadang juga perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh secara langsung terhadap  iklim  dalam kandang.

Bahan yang  dipilih harus sesuai dengan daerah peternakan atau lokasi karena  Indonesia merupaka daerah beriklim tropis yang kondisinya tidak stabil   dimana daratan rendah memiliki suhu yang sangat tinggi dan angin yang kencang dan didaratan tinggi memilki kelembaban yang tinggi dan suhu yang rendah.  Bahan kontruksi untuk kandang daratan rendah harus  berbahan yang tidak mudah menyerap panas. Konstruksi  dinding kandang   yang baik untuk dareaha tropis biasanya dibuat dengan ukuran setengah terbuka sehingga  sirkulasi ataupertukaran udara lancar. Sirkulasi udara yang lancar di dalam kandang dapat mengurangi cekaman panas, kelembaban, dan polusi amonia  Atap kandang  terbuat dari genting atau asbes yang memberikan keteduhan bagi ternak sehingga tidak terlalu panas ketika terkena sinar matahari dan dingin ketika hujan.

  1. Perlengkapan kandang  

Kandang yang baik harus dilengkapai dengan fasilitas yang dapat menunjang kegiatan peternakan yang sifatnya mempermudah peternakan untuk mengelola peternakan. Falisitas yang harus ada yaitu sumber listrik untuk penerangan dan membantu mempermudah penggunaan alat-alat yang memerlukan sumber listrik. Selain itu  sumber air bersih yang sangat penting untuk menjalan kegiatan peternakan  karena iar berfungsi sebagai suamber air minum ternak dan membantu mempermudah  sanitasi  di kandang. Tempat air  minum dan makan  juga sangat penting  karena mempermudah pengaturan pemberian pakan pada ternak agar pakan  dan minum yang diberikan  tidak mudah tercecer (Suharno dan Amri, 2011).

  1. Lingkungan kandang

Lingkungan perkandangan  itik  petelur sedang dalam fase  produksi telur sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak karena kesehatan ternak dan produk atau hasil ternak dipengaruhi oleh lingkungan,  ternak yang tidak sehat akibat terserang penyakit akibat lingkungan yang kurang baik dapat menyebabkan produksi telur  menurun atau  telur yang dihasilkan berkualitas  jelek   akibat  lingkungan  yang tidak mendukung

Lokasi kandang harus jauh dari pemukiman yang padat tetapi mudah dijangkau oleh kendaraan. Lingkungan yang padat dan bising dapat menyebabkan ternak mengalami stress selain itu stres  pada ternak dapat disebabkan oleh perubahan cuaca, makanan, , suara keras yang mendadak dan faktor lingkungan lain yang sifatnya tiba-tiba. Gangguan-gangguan yang sifatnya tiba-tiba  secara langsung dapat menurunkan produksi telur, karena itik cenderung untuk menahan telurnya dalam alat reproduksi bila terjadi stres, selain itu   ternak  sulitdikendalikan, mudah ketakutan dan tidak mau makan (Suharno dan Amri, 2011).  Keadaan lingkungan sekitar  kandang juga berpengaruh  terhadap iklim mikro  pada kandang  salah satunya adanya naungan disekitar kandang yaitu pohon dapat membantu untuk mengurangi intensitas radiasi matahari sehingga dapat mengurangi  suhu lingkungan kandang  yang dapat meyebabkan cekaman panas pada tubuh ternak  di siang hari .

  • PEMBAHASAN
  1. Jenis Kandang Itik

 

  1. Kandang Baterai

Di kandang baterai, setiap 1 kandang hanya dihuni seekor itik dewasa. Ukuran kandang kurang lebih 50 cm x 50 cm x 45 cm. Bisa juga dibangun berkelompok, dihuni 5 ekor itik, asalkan kandang lebih luas. Kandang bisa terbuat dari bilah bambu maupun rangka kawat. Anggaran investasi kandang baterai relatif tinggi dibandingkan tipe kandang lain.Perkawinan itik yang tinggal dalam kandang baterai dilakukant dengan cara inseminasi buatan.

Untuk itu, perhitungan tenaga kerjanya mencakup inseminator—ahli inseminasi buatan. Keuntungannya, produktivitas itik lebih terkontrol dan pengendalian penyakitnya lebih terjaga.Pengambilan telur di kandang baterai lebih mudah lantaran tempatnya terbatas. Tetapi, sekarang, jarang peternak itik layer yang memakai kandang baterai. Kandang baterai hanya digunakan pada sekarang merawat itik starter.

  1. Kandang ranch ( Rak )

Tipe Kandang yang sering digunakan oleh peternak itik sekarang yaitu kandang ranch atau Kandang Rak. Kandang itik jenis rank atau rak ini merupakan modifikasi dari kandang postal itu yakni dengan menyediakan ruangan tempat ternak sebagai tempat umbaran atau tempat bermain. Jenis kandang ini juga disebut kandang umbaran. Kandang tersebut dibekali dengan kolam atau saluran tempat itik membersihkan diri atau hanya sekedar mendinginkan tubuh di siang hari. Tipe kandang ranch tepat untuk pemeliharaan itik petelur dewasa.

  1. Kandang Postal

Kandang jenis Postal berbeda dengan kandang itik baterai, kandang postal dihuni lebih dari satu itik. Satu kandang, populasinya bisa mencapai ratusan hingga ribuan ekor tergantung luas kandang. Kandang postal itu tepat digunakan untuk itik grower. Tempat makan dan minum itik disediakan dalam kandang jadi relatif menghemat tempat. Tinggi kandang tak boleh tak lebih dari 2 m. Tujuannya untuk mempermudah ketika panen telur, saat membersihkan kandang dan pemberian pakan.

  1. Keadaan Kandang Itik Yang Baik

Berdasarkan keadaannya, jenis kandang bisa dibagi menjadi kandang basah dan kandang kering.

  1. Kandang basah

Kandang basah itu artinya ada tempat khusus untuk aktivitas mandi, minum, berenang, dan membantu proses perkawinan berupa kolam. Sistem kandang basah baik untuk telur tetas. Untuk itik petelur, kolam jangan terlalu luas supaya itik tak terlalu banyak mengeluarkan tenaga. Tujuannya supaya energi yang dialokasikan untuk menghasilkan telur lebih banyak. Untuk sistem kandang basah sebaiknya diberi jarak antara kandang dan kolam, kurang lebih 2—3 m. Manfaatnya supaya kandang tidak terlalu basah ketika itik masuk setelah melakukan aktivitas di kolam. Kandang yang terlalu basah cenderung cepat berbau dan berisiko mengajak penyakit.

  1. Kandang kering

Kandang kering hanya menyediakan air untuk aktivitas mencuci muka dan minum. Aktivitas itik dibatasi jadi energi yang diperoleh dari pakan diperuntukkan untuk memproduksi telur. Kelebihan lain, kandang kering adalah meminimalisasi aroma kotoran itik.

  1. Modifikasi Kandang Itik

Pemeliharaan itik di daerah beriklim basah butuh harus mendapatkan perhatian lebih. Kandang itik tersebut wajib dijaga supaya kehangatan tetap terjaga. Itik yang stress karena kedinginan bisa mogok bertelur atau produktivitasnya akan mengalami penurunan. Untuk itu, kandang bisa dimodifikasi dengan membuat kandang panggung.

Lantai kandang yang tidak bersentuhan langsung dengan tanah membuat kondisi kandang lebih hangat. Tempat makan dan minum disediakan di depan kandang. Itik masih bisa makan walau di dalam kandang dengan cara meneroboskan lehernya lewat lubang kandang.

  1. Kepadatan Kandang

Ukuran kandang itik petelur disesuaikan dengan populasi itik. Kapasitas kandang juga butuh diperhatikan. Jangan sampai terlalu padat. Sesuaikan ukuran dengan luas kandang dan umur itik yang dipelihara.

Untuk kandang postal tiap 100 ekor itik petelur, luas kandang yang ideal minimal 6m x 7m. 500 ekor bebek : 6m x (7m x 5) = 6m x 35m Smakin luas kandang smakin baik. Kandang sbaiknya dibuat full atap tertutup baik dengan genteng ataupun asbes agar itik bertelur stabil, dan tidak terganggu cuaca.

  1. Analisis Biaya Pembuatan Kandang dan peralatan Itik

Untuk membuat kandang postal tiap 100 ekor itik petelur, maka dibutuhkan luas kandang yaitu 6m x 7m. kandang dibuat full atap agar itik tidak terganggu oleh cuaca. Adapun pembiayaannya diperkirakan sebagai berikut :

  1. Bambu panjang 8 x Rp. 25.000 = Rp. 200.000
  2. Seng gelombang 15 x Rp 30.000 = Rp. 450.000
  3. Tenda karung besar sebagai horden Rp. 200.000
  4. Kayu kuat sebagai pondasi 10 x Rp. 35.000 = Rp. 350.000
  5. Tempat makan (bisa dari ember pendek bekas) = Rp.20.000
  6. Tempat minum (bisa dari ember pendek bekas) = Rp. 20.000

Total Pengeluaran      = Rp.1.190.000

  1. Analisis Usaha

pengeluaran

  1. bangunan dan peralatan kandang = Rp. 1.190.000
  2. DOD 100 ekor x Rp.8000 = Rp. 800.000,-
  3. Pakan 511 = Rp. 838.200,-
  4. Pakan buatan sendiri/fermentasi = Rp. 574.000,-
  5. Prebiotik SOC                                     = Rp. 55.000,-
  6. Vitamin dan antiboitik = Rp. 15.000,-
  7. Biaya tak terduga = Rp. 50.000,-

Total pengeluaran                                                 = Rp.3.522.200,-

 

Pendapatan :

Asumsi itik yang mati dalam masa 6 minggu adalah 10 % ,

sehingga yang tersisa 90 ekor dengan asumsi berat rata-rata 2 kg.

Harga per kg Rp.25.000,-.

Harga per ekor = 2 x Rp.25.000 = Rp 50.000,-

90 x Rp.50.000 = Rp. 4.500.000,-

 

Keuntungan :

Total pendapatan – Total pengeluaran

Rp.4.500.000 – Rp.3.522.200 = Rp.977.800,-

 

Biaya bangunan dan peralatan kandang sudah tidak terhitung pada periode selanjutnya.

 

  1. Biaya Penyusutan

Penyusutan kandang = Biaya Kandang

Lama Tahan Kandang

= Rp. 1.190.000

24 Bulan

= Rp. 49.583/ Bulan

PENUTUP

  1. Kesimpulan
  2. Kandang adalah tempat hidup ternak untuk berlindung, beristirahat dan juga merupakan tempat untuk melakuakan aktivitas seperti bertelur bagi itik
  3. Kandang itik terbagi atas 3 jenis, yaitu :
  4. Kandang baterai
  5. Kandang ranch
  6. Kandang postal
  7. Keadaan kandang itik haruslah sangat baik dan nyaman bagi itik, karena dapat menjaga / meningkatkan produktivitas itik.

 

  1. Saran

Sebaiknya mahasiswa diberikan praktik langsung tentang perkandangan itik agar Pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dapat berubah lebih baik

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus Pemerahan Susu Sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang. (Tesis)

Suharno, B. Dan K. Amri. 2010. Panduan Beternak Itik Secara Intensif. Panebar Swadaya. Jakarta

Sari, O., B. Priyono dan  N. R. Utami. 2012. Suhu, kelembaban, serta produksi telur itik pada kandang tipe litter dan slat. Unnes Journal of Life Science 1(2) : 94-100

http://ternak-bebek-petelur.blogspot.co.id/2016/01/analilis-usaha-ternak-itikbebek-peking.html